Kolaborasi Kerangka SCRUM-OKR Untuk Agile Organization (AO)

Seiring laju bisnis dan kondisi pasar yang meningkat, semakin banyak organisasi berlomba-lomba untuk menjadi organisasi yang tangkas atau lebih sering disebut dengan Agile Organization (AO). Fokus organisasi agile adalah mengutamakan kepuasan pelanggan dan selalu terbuka pada perubahan. Untuk menanggapi masalah akibat perubahan, SCRUM menjadi metode yang dapat digunakan organisasi untuk beradaptasi dengan cepat.

SCRUM sendiri didasarkan pada makalah tahun 1986 karya Hirotaka Takeuchi dan Ikujiro Nonaka untuk Harvard Business Review dengan judul “The New New Product Development Game.”  Penulis menggambarkan manfaat tim yang mampu mengatur diri sendiri dalam pengembangan dan penyampaian produk yang inovatif dengan menggunakan metafora olahraga rugby. Selanjutnya, Jeff Sutherland, Ken Schwaber, dan Mike Beedle mengambil idenya dan menerapkannya pada bidang pengembangan perangkat lunak. Metode baru ini disebut dengan SCRUM yang diambil dari istilah rugby. SCRUM pertama kali diterapkan di Easel Corporation pada tahun 1993. Pengalaman ini ditulis dalam buku mereka, “Agile Software Development with SCRUM” pada tahun 2002. Selanjutnya Schwaber menulis buku “Agile Project Management with SCRUM” pada tahun 2004 tentang pengalaman kerja samanya dengan Primavera.

SCRUM merupakan metode manajemen proyek yang umum digunakan dalam pengembangan perangkat lunak dan produk kompleks lainnya. Kerangka kerja SCRUM tergolong ringan dan lincah sehingga cocok digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dengan cepat. Titik fokus utama SCRUM adalah penekanan pada kerangka proses dan bukan pada metode. Inilah yang membuat SCRUM relevan, unik, dan sangat efektif dalam skenario global saat ini.

Dalam organisasi, SCRUM dilaksanakan beberapa individu dalam tim yang memiliki perannya masing-masing. Sebuah tim SCRUM terdiri dari 3 peran utama, yaitu:

  1. Scrum Master adalah individu yang berperan untuk memfasilitasi dan memastikan setiap peran dapat menjalankan SCRUM dengan baik.
  2. Product owner adalah individu yang berperan sebagai penentu kualitas dan spesifikasi produk yang diinginkan. Ia mengomunikasikan visi dari suatu produk yang dikembangkan.
  3. Tim pengembang adalah kumpulan individu yang bertanggung jawab mengembangkan produk yang diinginkan product owner.

Tim SCRUM tidak memiliki struktur hirarkis. Karakteristik tim SCRUM yang menonjol adalah dapat mengatur diri sendiri, memiliki tanggung jawab pribadi untuk terlibat, mengutamakan kolaborasi, memiliki tujuan dan sasaran yang sama, jumlah keanggotaan yang optimal (sesuai kebutuhan), memiliki kemampuan beragam, dan terkumpul dalam satu lokasi yang sama.

Meskipun OKR dan SCRUM berbeda secara fungsi, kita dapat menggunakan keduanya secara bersamaan. OKR dan SCRUM berbagi prinsip yang sama untuk memenuhi sasaran. Prinsip-prinsip tersebut adalah:

  1. Transparansi
    Transparansi adalah satu dari tiga pilar utama kerangka SCRUM. Demikian juga, OKR dimaksudkan untuk dibagikan dengan setiap anggota tim sehingga setiap orang memiliki satu halaman yang sama dan dapat menemukan peran dan tanggung jawab mereka dalam visi tersebut.
  1. Tenggat waktu
    Baik OKR maupun SCRUM sama-sama memilki tenggat waktu dalam pelaksanaannya. Ketepatan waktu dalam kedua kerangka kerja ini membangkitkan misi dan budaya akuntabilitas bersama di antara tim.
  1. Kriteria keberhasilan
    Hubungan lain antara OKR dan SCRUM adalah pentingnya memiliki kriteria keberhasilan mencapai sasaran. Keduanya memiliki standar ukuran yang jelas. Dalam OKR, keberhasilan ditentukan oleh persentase pencapaian target Key Results yang dikerjakan; sedangkan dalam SCRUM, proyek biasanya juga diukur menggunakan angka. Fase “selesai” merupakan batas akhir untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dari pengembangan produk.

 

Jika mampu menguasai kedua kerangka kerja ini, organisasi dapat menemukan kemudahan dalam mengembangkan bisnisnya. OKR dapat berperan sebagai kompas untuk mengarahkan tim mencapai sasaran dan tujuan organisasi. OKR juga dapat memberikan otonomi kepada tim yang sering kali tidak didapatkan melalui SCRUM. SCRUM membatasi otonomi karena berfokus pada kemampuan tim untuk mengembangkan produk berdasarkan spesifikasi khusus. Kita dapat menggeser pemikiran “memenuhi spesifikasi produk” dengan “mencapai Key Results”. Dengan fleksibilitas ini, SCRUM dapat membantu tim menyelesaikan proyek atau inisiatif yang kompleks. Penting bahwa proyek yang sedang dikerjakan oleh tim SCRUM memenuhi tujuan yang dinyatakan dalam OKR.

 

Sumber

https://www.agilealliance.org/agile101/12-principles-behind-the-agile-manifesto/

https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-five-trademarks-of-agile-organizations

https://www.pmi.org/learning/library/agile-project-management-scrum-6269

https://www.scrumversity.org/scrum-characteristics

https://www.todaysoftmag.com/article/2603/how-okrs-and-scrum-work-together

https://www.whatmatters.com/resources/okr-vs-scrum-difference-between/

Empat Karakteristik Budaya Perusahaan Kinerja Tinggi

Setiap organisasi memiliki budayanya masing-masing. Budaya dapat ditafsirkan secara tertulis, dilambangkan dalam logo bisnis, atau pemahaman tentang lingkungan perusahaan. Menurut Cornell University, budaya perusahaan yang mampu meningkatkan performa kerja dalam perusahaan disebut dengan high performance culture (budaya kinerja tinggi). Budaya kinerja tinggi ini mampu mengantar perusahaan mencapai hasil finansial dan non-finansial yang lebih unggul dalam jangka waktu yang lama. Terlepas dari industri, ukuran perusahaan, atau lokasi, budaya kinerja tinggi dapat diidentifikasi dengan karakteristik sebagai berikut:

  1. Kepemimpinan yang kuat di tiap level

Menurut survei TinyPulse, 61%, kepercayaan antara karyawan dan manajemen adalah faktor penting dalam kepuasan bekerja. Kepemimpinan adalah fondasi dalam membangun kinerja tim. Dalam budaya kinerja tinggi, para pemimpin menetapkan standar kinerja melalui contoh perilaku dan tindakan. Mereka juga menunjukkan antusiasme untuk mencapai tujuan yang tinggi dan mengatasi rintangan yang menghalangi eksekusi strategi. Pemimpin memotivasi dan menginspirasi karyawan untuk memberikan yang terbaik pada inisiatif strategis yang sedang dikerjakan.

 

  1. Karyawan yang terlibat dan memiliki tanggung jawab

Budaya kinerja tinggi terdiri dari individu yang memiliki kemampuan dan wewenang untuk membuat keputusan kunci, yang mengarah pada peningkatan keterlibatan karyawan. Dalam survei SHRM tahun 2016, 70% karyawan yang merasa diberdayakan untuk mengambil keputusan saat masalah atau peluang muncul adalah elemen penting dalam meningkatkan keterlibatan. Organisasi dengan budaya kinerja tinggi tidak hanya memberdayakan karyawan, tetapi juga memastikan karyawan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menghasilkan penilaian yang baik saat membuat keputusan.

 

  1. Fokus pada pembelajaran berkelanjutan dan pengembangan karyawan

Gallup melaporkan bahwa organisasi yang telah melakukan investasi strategis dalam pengembangan karyawan mengalami peningkatan profitabilitas sebanyak 11% dan dua kali lebih mampu mempertahankan karyawan mereka. Pembelajaran dan pengembangan di tempat kerja akan memenuhi kebutuhan karyawan dalam mengembangkan karier dan mendapatkan kesejahteraan sosial. Pengembangan karyawan dalam budaya kinerja tinggi juga memiliki fokus untuk membangun kemampuan dan menciptakan kapabilitas kepemimpinan yang akan mendorong organisasi untuk terus berkembang dalam waktu yang lama.

 

  1. Sikap terbuka pada perubahan

Seperti semua organisasi, perusahaan dengan budaya kinerja tinggi juga menghadapi perubahan. Yang membedakannya dengan organisasi biasa adalah perspektif mereka dalam melihat perubahan. Individu dalam lingkungan budaya kinerja tinggi melihat perubahan sebagai sebuah peluang. Organisasi dengan budaya kinerja tinggi tidak takut untuk menyusun ulang strategi yang sudah ada atau mengevaluasi proses internal lainnya untuk mencapai hasil. Mereka merencanakan dan merangkul perubahan, lalu memanfaatkannya untuk memacu inovasi.

Salah satu perusahaan dengan budaya kinerja tinggi adalah CB Insights. Perusahaan ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang big data yang menggunakan mesin pembelajar untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data pasar dalam jumlah besar untuk membantu perusahaan lain melihat tren industri dan memanfaatkan perubahan. “CB Insights berfokus pada pertumbuhan dan pembelajaran karyawan. Mereka memberikan program pelatihan pada manajer dan memberikan potongan untuk studi lanjut sehingga membantuku belajar lebih tentang JavaScript di tahun pertama aku bekerja di sini,” jelas Alyssa Anchelowitz, Manajer Pemasaran Senior di CB Insight.

Untuk perusahaan yang berfokus pada teknologi mesin pembelajar, penting untuk memiliki karyawan yang selalu memiliki pengetahuan terbaru tentang teknologi. Uniknya, sekali dalam triwulan, perusahaan ini memberikan karyawan untuk saling berkolaborasi dalam mengerjakan inisiatif apa pun yang mereka inginkan selama 24 jam. Alyssa mengaku terkejut tentang betapa kolaboratifnya semua orang dan betapa mudahnya bekerja sama dengan tim lain. Di lain pihak, belajar akan hal baru merupakan kemudahan yang bisa didapat dalam perusahaan ini karena selalu ada orang yang mau mengajar, baik atasan maupun dari divisi lain.

Perusahaan CB Insights dinilai mampu memenuhi kebutuhan karyawan untuk berkembang dan terus belajar. Nilai budaya untuk selalu belajar terintegrasi sehingga menciptakan lingkungan kerja yang positif dan kolaboratif. Perusahaan dengan budaya kinerja tinggi akan melibatkan karyawan untuk senantiasa belajar, terbuka dengan perubahan-perubahan, dengan dorongan dan arahan pemimpin yang kuat dalam hal konsep dan visi tentang organisasi, bisnis, dan industri.

 

Sumber:

  1. https://builtin.com/company-culture/company-culture-examples
  2. https://www.builtinnyc.com/2018/05/30/CB-Insights-Culture-Spotlight
  3. https://en.wikipedia.org/wiki/Squarespace
  4. https://www.entrepreneur.com/article/238640
  5. https://www.huntercampbell.co.nz/benefits-high-performance-culture/#
  6. https://www.managementmattersnetwork.com/strategic-leadership/whitepapers/what-is-a-high-performance-culture-and-how-do-i
  7. https://www.eaglesflight.com/blog/the-characteristics-of-a-high-performance-culture/
  8. https://www.optimalmeasures.com/2019/07/15/what-is-a-high-performance-culture-and-what-impact-does-it-have-on-a-business/
  9. https://www.managementmattersnetwork.com/strategic-leadership/articles/engaging-your-team-for-higher-performance
  10. https://www.shrm.org/ResourcesAndTools/hr-topics/employee-relations/Pages/2016-Job-Satisfaction-and-Engagement-Survey.aspx
  11. https://www.tinypulse.com/blog/13-surprising-statistics-about-employee-retention

Peran OKR Dalam Meningkatkan Kualitas Komunikasi

Artikel Transformasi Manajemen Indonesia - transformindo.com

“Satu hal yang saya pelajari dari Google adalah OKR. Mereka menggunakan OKR seperti kendaraan untuk mengkomunikasikan konteks, berbeda dengan evaluasi kinerja,” ujar Dick Costolo, mantan CEO Twitter (2010-2015). “Kami mengadopsinya untuk Twitter. Menurut saya, OKR sangat efektif dalam menyampaikan konteks pada tim lain tentang apa yang ingin kau capai dan apa yang ingin kau selesaikan,” lanjutnya.

Komunikasi terjadi dalam setiap konteks dan lapisan perusahaan. Pada skala yang besar, komunikasi diperlukan untuk menyampaikan visi dan misi perusahaan kepada tim. Dalam cakupan yang lebih kecil, komunikasi juga diperlukan untuk menciptakan kolaborasi dan koordinasi dalam menjalankan kegiatan perusahaan sehari-hari. Di sisi lain, apa jadinya jika komunikasi tidak berjalan dengan baik? Tidak menutup kemungkinan akan ada kesalahpahaman dan tidak tercapainya tujuan dan maksud perusahaan. Di sini OKR hadir sebagai jembatan antar divisi dalam perusahaan memahami konteks satu dengan yang lain. OKR yang diimplementasikan dan dikembangkan dengan tepat dapat meningkatkan kualitas komunikasi.

Berikut peran OKR dalam meningkatkan kualitas komunikasi.

  1. OKR meningkatkan kesepahaman dalam mencapai obyektif

    Sumber : https://www.15five.com/getting-started-okr/

    Di fase awal, perusahaan menetapkan OKR untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Selanjutnya, OKR diturunkan ke setiap divisi dan masing-masing individu yang terlibat dalam pelaksanaan OKR. Sifatnya yang mengerucut seperti segitiga terbalik ini membuat perusahaan harus mengkomunikasikan maksud dan tujuannya kepada masing-masing pelaku OKR.  Ekspresi pemahaman atas komunikasi ini akan diwujudkan dalam bentuk keselarasan sasaran dan ukuran keberhasilan, serta inisiatif yang relevan dan efektif.

 

  1. Weekly-Check OKR membantu menguji kinerja dan sebagai sarana umpan balik.
    Check in mingguan dilakukan untuk melacak rangkaian hasil pelaksanaan OKR secara berkala. Dengan demikian, progres pencapaian dan proyek atau rencana tindakan yang sedang berjalan dapat dievaluasi. Selanjutnya, tugas manajer melalui check in adalah menentukan proyek atau rencana tindakan mana yang masih perlu dieksekusi atau dimodifikasi. Melalui pertemuan ini, perusahaan dapat memahami kemampuan dan masalah yang dihadapi tim dan segera memberikan tanggapan atau solusi.

 

  1. OKR meningkatkan transparansi dalam perusahaan.
    OKR bersifat transparan karena dibentuk secara kolaboratif. Seluruh anggota tim bergabung bersama-sama untuk mendiskusikan dan menentukan tujuan bisnis. Dengan partisipasi aktif menyusun OKR, setiap orang dapat lebih memahami konteks pekerjaan dan tujuan masing-masing divisi. Transparansi meningkatkan komunikasi tentang tujuan, tantangan, dan bagaimana progres masing-masing individu. Sering kali angka pencapaian tidak terlihat bagus, tetapi itulah inti membangun menjalankan OKR.

 

  1. OKR meningkatkan kualitas hubungan manajer-karyawan.
    Untuk mencapai tujuannya, OKR memiliki Key Result (KR) yang dapat diukur dan rangkaian inisiatif yang harus dilakukan. Jika dalam pelaksanaannya seorang karyawan tidak dapat mencapai KR-nya, maka manajer dapat berperan sebagai mentor untuk memberikan masukan pada karyawan yang bersangkutan. Maka dari itu, pemahaman manajer terhadap KR dan inisiatif karyawannya juga perlu diperhatikan agar memberikan umpan balik atas hasil yang tercapai, maupun saran untuk hasil-hasil yang belum tercapai.

 

  1. OKR meningkatkan keterlibatan sosial
    Dalam menjalankan OKR,  hubungan sosial yang lebih bermakna terbentuk karena adanya keterlibatan sosial. Keterlibatan ini juga dibentuk dari rangkaian komunikasi yang aktif dalam merancang dan menjalankan OKR. Menurut Martin dan Nicholas (dalam Aisyah, 2015) rasa memiliki dan ketertarikan dalam perusahaan merupakan penentu dalam menciptakan komitmen karyawan. Komitmen memberikan rasa tanggung jawab dan keterampilan untuk mencapai dampak positif yang diharapkan.

 

Meningkatkan kualitas komunikasi berarti menjadi komunikator dan komunikan yang baik. Dalam pelaksanaannya, manajer maupun direktur harus dapat menyampaikan tujuan bersama sehingga terjadi kesamaaan pandangan tentang apa yang ingin diraih dan bagaimana mencapainya. Di lain pihak, OKR juga dapat menjadi sarana umpan balik dari pelaksana OKR untuk perusahaan. Karena adanya transparansi dan kolaborasi dalam menjalankan OKR, kualitas komunikasi pun meningkat. Seperti kata John Powell, “Communication works for those who work at it,”  maka dengan menerapkan OKR, komunikasi yang lebih efektif dapat di jalankan.

 

 

 

 

Sumber:

https://www.up-ai.com/blogs/Crushing-your-competition-using-OKRs

https://medium.com/startae-journal/okr-as-a-tool-for-empowerment-91a4145ab3e3

https://pando.com/2013/12/06/what-twitter-ceo-dick-costolo-learned-at-google/

https://soapboxhq.com/blog/communication/communicate-organization-vision

https://samedelstein.medium.com/using-okrs-in-local-government-4bb49723818f

https://www.weatwork.co/post/okr-5-improve-communication

Aisyah,D. (2015). Keterkaitan Keterbukaan Komunikasi, Penghargaan Dari Pimpinan, dan Partisipasi Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai. Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi, 12, 31-52.

6 Kesalahan Perusahaan Baru Dalam Mengimplementasi OKR

Objective and Key Results (OKR) merupakan metode Performance Management System (PMS) yang mulai banyak diadopsi perusahaan karena manfaatnya. Pada tahun 2014, survey Benchify menunjukkan 40% perusahaan teknologi startup di London mengganti metode PMS mereka menjadi OKR. Lebih dari 100 perusahaan sukses di dunia juga menggunakan OKR. Salah satu perusahaan yang sukses menerapkan OKR adalah Google. Praktisnya OKR membuat perusahaan tertarik untuk menggunakannya. Walaupun OKR sangat bermanfaat, implementasi OKR masih tidak dapat dijalankan secara maksimal karena beberapa kesalahan umum yang dilakukan perusahaan. Berikut 6 kesalahan umum perusahaan baru yang ingin mengimplementasi OKR:

  1. Terlalu lama memulai OKR.

Banyak perusahaan berlambat-lambat dalam memulai implementasi OKR. Rapat-rapat yang tidak terstruktur akibat banyaknya pertimbangan, akan memberikan efek negatif terhadap energi dan antusiasme karyawan terhadap projek OKR yang dikerjakan. Terlalu lama menentukan kapan dan bagaimana OKR diumumkan ke seluruh perusahaan juga dapat berdampak pada mundurnya kinerja pegawai. Segera rumuskan dan jalankan OKR. Tidak ada OKR yang sempurna pada awal terbentuknya. Dengan mengadakan evaluasi di akhir kuartal, OKR yang sudah dijalankan dapat lebih disempurnakan.

  1. Kurang disiplin dalam menjalankan OKR

Konsistensi dan komitmen adalah kedispilinan yang penting dalam menjalani OKR. Solusi untuk menjaga kedisiplinan ini yaitu melalui Weekly Check-in. Weekly Check-in dilakukan untuk mengomunikasikan keberhasilan dan hambatan OKR yang sedang berjalan sehingga keputusan untuk melanjutkan OKR atau pun menggantinya dapat segera dilaksanakan. Menanamkan rasa semangat dan peduli juga perlu dilakukan untuk mencapai tujuan bersama.

  1. Kesalahan dalam menentukan jumlah key results.

Menentukan jumlah Key Results (KR) menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan. Terlalu banyak KR dapat mengakibatkan tingkat stres yang tinggi. Sebaliknya, kurangnya KR dapat menghilangkan motivasi bekerja. OKR harus muat dituliskan dalam satu atau dua halaman. Penulisan obyektif harus ringkas dalam satu kalimat. Sama seperti obyektif, penulisan KR juga harus ringkas dan masing-masing dalam satu baris.

  1. Memasukkan Tugas Harian dalam OKR

Key Results merupakan rangkaian hasil atau “milestone”. Saat merumuskan KR, kita ingin tahu seberapa jauh langkah kita menuju obyektif. Di lain pihak, tugas harian berbeda dengan KR. Tugas harian adalah aktivitas yang harus dikerjakan. Untuk dapat menggapai KR, kita perlu memecah KR dalam tugas-tugas yang lebih spesifik. Selain itu, KR yang baik harus spesifik, terikat waktu, dan terukur. Dengan demikian, masing-masing bagian mengerti akan kewajiban dan pencapaian yang diharapkan.

  1. Memasukkan OKR dalam Sistem Kompensasi

Penelitian yang dilakukan Willis Towers Watson mengenai sistem kompensasi dalam perusahaan menunjukkan hasil sebagai berikut:

  • Hanya 20% perusahaan di Amerika Utara berkata kompensasi efektif meningkatkan kinerja;
  • Hanya setengah yang mengatakan insentif jangka pendek efektif untuk mendorong tingkat kinerja individu yang lebih tinggi;
  • Hanya 47% yang mengatakan bahwa insentif ini efektif dalam membedakan gaji berdasarkan kinerja individu.

Hasil di atas menunjukkan bahwa sistem kompensasi kurang efektif dalam meningkatkan kinerja individu.

Di sisi lain, OKR biasanya bersifat aspiratif atau dengan kata lain bagaimana kita inginkan dunia melihat kita. Keinginan ini dapat juga dapat disebut “moonshot” – proyek atau usaha yang sangat menantang dan inovatif. Berbeda dengan KPI, OKR bukanlah alat untuk mengevaluasi karyawan sehingga tidak cocok digunakan sebagai sistem kompensasi. OKR memiliki kekuatan untuk melihat progres pencapaian yang telah ditetapkan. Maka dari itu, pencapaian di angka 70% saja sudah cukup untuk melihat peningkatan kinerja manajemen.

 

  1. Meng-copy OKR untuk perusahaan

Memang Google merupakan salah satu perusahaan yang berhasil menerapkan OKR, tetapi secara membabi buta meng-copy OKR bukanlah hal yang bijak. OKR seharusnya didesain khusus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Setiap perusahaan memiliki tantangan, sumber daya, serta budaya yang berbeda. Dengan memahami perusahaan sendiri OKR dapat menjadi alat yang tepat.

 

OKR merupakan metode PMS yang mulai populer dan mudah didapatkan melalui mesin pencarian online. Melihat keberhasilan perusahaan yang menggunakan OKR, tentu menjadi salah satu motivasi untuk beralih ke metode ini. Di sisi lain, kesalahan-kesalahan perusahaan dalam implementasi OKR dapat menghambat atas hal yang ingin dicapai. Segera memulainya dan disiplin menjalani OKR yang tepat pasti memperlihatkan pertumbuhan progres dalam manajemen. Seperti kata Larry Bossidi, “Eksekusi adalah kemampuan untuk menghubungkan strategi dengan kenyataan, menyelaraskan orang dengan tujuan, dan mencapai hasil yang dijanjikan,” eksekusi yang tepat dapat mencapai hasil yang diinginkan.

 

Sumber:

https://blog.betterworks.com/strategy-execution-okrs/

https://blog.weekdone.com/top-five-common-okr-mistakes/

https://www.dictionary.com/browse/moonshot

https://felipecastro.com/en/okr/common-okr-mistakes/

https://felipecastro.com/en/okr/why-you-should-separate-okr-and-compensation/

https://www.workfront.com/strategic-planning/goals/okr/okr-vs-tasks#

https://fortune.com/2018/05/18/bill-gates-says-every-manager-should-read-this-book/

https://goalify.plus/blog/2017/10/17/100-successful-companies-using-okr/

http://transformindo.com/mengapa-google-menggunakan-okr-dan-mengapa-anda-seharusnya-juga/

https://www.whatmatters.com/faqs/common-okr-mistakes/

https://www.whatmatters.com/faqs/how-many-okrs-to-have/

https://www.whatmatters.com/faqs/committed-aspirational-okrs-examples-difference/

Weekly Check-In: Alat Meraih OKR

Menjadi sebuah Agile Organization (AO) sudah menjadi tuntutan bagi perusahaan mengingat betapa cepatnya lingkungan eksternal, terutama teknologi berkembang. AO adalah organisasi atau perusahaan yang memiliki kemampuan untuk memberikan respon dan beradaptasi dengan cepat terhadap keadaan yang berubah. Dengan menjadi AO, perusahaan dapat menggabungkan kecepatan dan stabilitas dalam bekerja. Dalam artikel sebelumnya, telah dibahas bagaimana OKR dapat membantu organisasi menjadi AO. Salah satu sarana dalam OKR yang membantu perusahaan menjadi AO adalah Weekly Check-In.

Weekly Check-In adalah pertemuan singkat dengan durasi tidak lebih dari 20 menit untuk mendiskusikan progres pencapaian OKR. Weekly Check-In memiliki peran yang penting dalam meraih OKR. Melalui Weekly Check-In, karyawan akan diingatkan untuk tetap fokus dalam mencapai Key Result dengan mendiskusikan hasil, memeriksa progres, dan merencanakan ide apa yang dapat diimplementasi di minggu selanjutnya. Tidak hanya meninjau hasil dan progres saja, Weekly Check-In juga akan meningkatkan transparansi dan memastikan keselarasan agar seluruh tim memiliki persepsi yang sama dalam mencapai OKR. Selain itu, melalui pertemuan mingguan ini, tim juga dapat mengidentifikasi halangan dengan cepat sehingga dapat segera terselesaikan.

Melihat pentingnya Weekly Check-In dalam meraih OKR, maka perlu ada upaya sistematis agar pertemuan ini dapat berjalan dengan efektif. Adapun beberapa tips di bawah ini dapat dipertimbangkan untuk mengadakan Weekly Check-In yang lebih efisien:

  • Pertemuan harus singkat dan fokus. Durasi Weekly Check-In seharusnya tidak lebih dari 20 menit.
  • Tidak melibatkan banyak orang. Cukup melibatkan orang-orang kunci yang bertanggung jawab atas OKR yang akan dibahas.
  • Membuat agenda mengenai hal yang akan dibahas. Agenda dapat berisi informasi:
    • Progres OKR: informasi mengenai perbandingan hasil minggu ini dengan minggu lalu.
    • Confidence Level: informasi mengenai seberapa besar keyakinan kita dalam mencapai setiap Key Result yang ada.
    • Halangan: berisi hal-hal yang memperlambat tim dalam mencapai Key Result.
    • Inisiatif: berisi inisiatif yang akan dilakukan untuk meningkatkan hasil yang sudah ada.
  • Fokus untuk meningkatkan (improving), bukan mencari alasan (giving excuse) ketika ada progres OKR yang tidak sesuai.
  • Tidak menilai OKR (no scoring). Penilaian OKR akan dilakukan dalam rapat akhir kuartal.
  • Menggunakan teknologi supaya rapat berjalan lebih efektif.

Meninjau OKR melalui Weekly Check-In adalah proses yang penting dalam mencapai Objective dan Key Result yang ada. Untuk melakukannya, mungkin karyawan dan manajer harus berkomitmen, juga mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran; namun usaha tersebut akan membuahkan hasil ketika seluruh perusahaan berjalan ke arah yang sama untuk mencapai tujuan bersama.

 

Sumber:

https://weekdone.com/resourpces/the-okr-weekly-check-in

https://felipecastro.com/en/okr/tracking-okr-results/

https://www.whatmatters.com/faqs/weekly-okr-grading-check-in/

https://okrs-at-the-center.com/6-steps-okr-check-in/

https://www.perdoo.com/resources/bart-den-haak-explains-how-to-run-a-successful-okr-check-in/

OKR: Jalur Bebas dari Micromanaging

Salah satu faktor utama yang dapat memperburuk kesehatan mental karyawan adalah kontrol pekerjaan (job control). Penelitian yang dilakukan oleh McKinsey tahun 2018 menyatakan bahwa kontrol kerja yang tinggi memiliki efek buruk terhadap kesehatan fisik dan bahkan dapat membebani kesehatan mental karyawan. Terlalu mengontrol pekerjaan hingga mengambil kebebasan, bahkan peran karyawan untuk bekerja dan berinovasi adalah micromanaging.

Micromanaging dapat membuat kinerja karyawan menjadi buruk karena prosedur yang melelahkan. Hal itu akan berdampak pada produktivitas karyawan yang menurun, hilangnya rasa percaya terhadap pimpinan, mengurangi inovasi, dan juga memperburuk kerja tim. Micromanaging juga memberikan efek negatif pada pemimpin karena akan membelokkan fokus pemimpin dari hal-hal yang lebih krusial, misalnya merencanakan pengembangan perusahaan di masa depan. Pada akhirnya, itu semua akan berujung pada penurunan kualitas kinerja, memperburuk lingkungan kerja, dan tingginya turnover karyawan.

Sebaliknya, jika masalah micromanaging ini diatasi, maka akan membawa perusahaan pada kesuksesan. Hal itu dapat terjadi apabila karyawan diberi kebebasan untuk bekerja dan berinovasi sehingga menumbuhkan rasa percaya antara pemimpin dan karyawan, lingkungan kerja menjadi lebih sehat, dan bahkan membuka kesempatan terhadap munculnya inovasi baru. Salah satu perusahaan yang berhasil menghadapi masalah ini dengan baik adalah Spotify. Layanan streaming musik ini membebaskan karyawannya untuk berinovasi, bahkan tidak harus melaporkan hasil keputusan tim kepada atasan.

Salah satu sarana yang dapat mengurangi praktik micromanaging dalam perusahaan adalah dengan menggunakan OKR. Objective and Key Results (OKR) menyediakan semua perangkat manajemen yang berguna tanpa perlu adanya kontrol total manajer atau pimpinan. Progres OKR dilacak setiap minggu melalui rapat mingguan dan memungkinkan tim untuk fokus pada Key Result dan bagaimana mencapainya.

Melalui OKR, kita dapat melacak kinerja karyawan dan di saat yang sama juga memberikan kebebasan pada karyawan untuk bekerja sesuai dengan gaya mereka masing-masing. Manajer dapat melacak progres karyawan dengan melihat hasilnya melalui rapat atau pertemuan, tanpa mencampuri hal-hal detail yang dapat diselesaikan sendiri oleh karyawan. Itu disebabkan OKR memiliki Key Result yang dapat diukur dan KR itu sendiri berupa hasil, bukan program atau aktivitas.

Melalui OKR, karyawan diberi kebebasan untuk berinovasi dan akhirnya mengembangkan kemampuan mereka, baik secara pribadi maupun dalam tim.  Dengan adanya kebebasan tersebut, pemimpin akan mendapatkan talenta-talenta baru yang dapat diberdayakan untuk keberlanjutan perusahaan. Seperti kata George Patton, ”Jangan pernah memberi tahu orang bagaimana melakukan sesuatu. Beri tahu mereka apa yang harus dilakukan dan mereka akan mengejutkan Anda dengan kecerdikan mereka.”

 

Sumber:

https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-organization-blog/decision-making-how-leaders-can-get-out-of-the-way

https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-overlooked-essentials-of-employee-well-being

https://www.forbes.com/sites/forbescoachescouncil/2017/05/19/micromanaging-heres-how-and-why-you-should-stop/?sh=426a44d47518

https://corvisio.com/micromanagement/

https://www.geckoboard.com/blog/how-to-stop-micromanaging-and-give-your-team-autonomy/

OKR: Langkah Awal Menuju Inovasi

Perkembangan teknologi yang begitu cepat menuntut perusahaan untuk memiliki kemampuan adaptasi yang efektif agar dapat menyesuaikan diri di lapangan. Perusahaan juga perlu menunjukkan keunikan dirinya melalui berbagai layanan baru yang menarik dan memenuhi kebutuhan pasar. Layanan atau produk unik yang belum pernah ada sebelumnya dapat disebut dengan inovasi. Contoh nyata yang menunjukkan pentingnya inovasi dapat kita temukan melalui cerita Nokia vs Apple. Nokia pernah dinobatkan sebagai World Largest Cellphone Maker, namun ketika App Store diluncurkan di lapangan, orang-orang mulai berpindah ke produk milik Apple. Semenjak itu, Nokia yang pada tahun 2007 memiliki kapitalisasi pasar sebesar 110 miliar euro turun menjadi 14.8 miliar euro di tahun 2012. Sungguh merupakan penurunan yang sangat drastis bagi sebuah World Largest Cellphone Maker! Sampai sekarang, Nokia tetap tidak menunjukkan tanda-tanda adanya inovasi yang akan mengembalikan posisinya dalam pasar teknologi.

Di sisi lain, Apple sekarang menjadi salah satu dari Big Five Companies (bersama dengan Google, Facebook, Microsoft, dan Amazon) dalam perusahaan teknologi yang terus menciptakan inovasi seperti smart TV, smartwatch, dan lain sebagainya. Dari dua perusahaan ini, dapat disimpulkan bahwa kemampuan untuk menciptakan inovasi yang unik dan yang dapat diterima oleh pasar akan membawa perusahaan kepada keunggulan kompetitif. Inovasi yang dihasilkan Apple rupanya tidak lepas dari peran mendiang Steve Jobs yang menggeser struktur organisasi, dari fungsional ke multidivisional dan memberikan kendali penuh pada manajer atau pemimpin unit untuk berinovasi. Struktur tersebut juga memungkinkan eksekutif untuk tetap mengawasi dan menilai kinerja manajer tersebut.

OKR bisa menjadi salah satu strategi untuk mencapai kinerja maksimal dan kemampuan berinovasi. OKR berisi Objective yang bersifat aspirasional, artinya mendorong karyawan untuk keluar dari zona nyaman. Sifat Objective tidak hanya aspirasional, tapi juga agresif. Artinya, Objective benar-benar akan mendorong karyawan untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya untuk mencapai hasil yang maksimal. Objective diciptakan oleh karyawan secara mandiri dan berdasarkan aspirasi pribadi. Inilah yang membuat inovasi menjadi sesuatu yang dapat dicapai.

Jika karyawan ingin keluar dari zona nyaman dan mencapai kemampuan terbaik dalam dirinya, ada tiga tipe Objective yang dapat digunakan dalam merancang OKR:

  • Build: membangun hal baru yang sebelumnya belum pernah ada, contoh:
    • Membangun program komunitas pelanggan baru.
    • Meluncurkan produk baru yang diterima oleh masyarakat.
  • Improve: membuat sesuatu yang sudah ada menjadi lebih baik, contoh:
    • Meningkatkan strategi pemasaran melalui media sosial.
    • Meningkatkan brand awareness perusahaan di tengah-tengah masyarakat.
  • Innovate: menciptakan kembali (reinvent) sesuatu yang sudah ada, contoh:
    • Menciptakan sistem evaluasi program yang lebih scalable.
    • Menciptakan sistem pelaporan keuangan tahunan digital yang terbuka.

Ketiga tipe Objective di atas akan membantu perusahaan untuk berkembang dan bahkan menemukan peluang baru dapat menjadi sebuah inovasi yang mengantar mereka pada keunggulan kompetitif. Objective ini akan diturunkan menjadi Key Result yang bersifat kuantitatif sehingga progresnya tetap dapat dilacak dan dinilai.

Inovasi tidak dapat dihasilkan jika terlalu banyak aturan atau batasan yang menghalangi. Oleh karena itu, semua karyawan dalam perusahaan harus diberi kesempatan dan kebebasan untuk beradaptasi dan berinovasi mengikuti kebutuhan pelanggan yang ada. Jika tidak, maka ada kemungkinan perusahaan akan bernasib sama seperti Nokia. Seperti kutipan Harvard Business Review yang menyatakan, “Keadaan akan menjadi sulit ketika pasar berubah, namun orang-orang di dalam perusahaan tidak (mau dan mampu) berubah.”

 

Sumber:

https://www.forbes.com/sites/haydnshaughnessy/2013/03/08/apples-rise-and-nokias-fall-highlight-platform-strategy-essentials/?sh=43bc3a2f6e9a

https://hbr.org/2020/11/how-apple-is-organized-for-innovation

https://www.perdoo.com/resources/new-innovations-okr/

https://www.perdoo.com/resources/build-improve-innovate/

Atiim. (2018). Okr examples the ultimate list of okr examples for b2b companies.

OKR: Ekspresi Agile Organization

Netflix, salah satu media penyedia layanan streaming, mengalami peningkatan pamor hanya dalam waktu beberapa tahun ini. Dilansir oleh bbc.com bahwa jumlah pelanggan baru Netflix bertambah sebanyak 16 juta pada bulan April 2020 dan sudah mencapai lebih dari 200 juta pelanggan di akhir 2020. Bahkan keuntungan Netflix tetap meningkat di tengah pandemi sekarang ini. Apa yang membuat pamor Netflix begitu meningkat?

Netflix rupanya memberikan beberapa kebebasan bagi karyawannya dalam bekerja, dengan hasil pencapaian yang tetap harus dipertanggungjawabkan. Sistem ini melepaskan karyawan dari hierarki yang kaku dan akhirnya memotivasi mereka. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Netflix berusaha fokus untuk konsisten memberikan pelayanan terbaik, namun tetap fleksibel dalam mengatur bisnisnya. Itulah yang membuat Netflix disebut Agile Organization.

Agile Organization (AO) adalah organisasi atau perusahaan yang memiliki kemampuan untuk berespon dan beradaptasi dengan cepat terhadap keadaan yang berubah. Dengan menjadi AO, perusahaan dapat menggabungkan kecepatan dan stabilitas dalam bekerja. Perusahaan yang termasuk AO juga akan bekerja dengan waktu yang efektif dan tetap konsisten, walaupun sedang berada dalam situasi yang tidak pasti. Selain itu, agility atau ketangkasan dapat membantu memperjelas peran, inovasi, dan disiplin operasional. Pada akhirnya, itu semua akan memberikan hasil yang positif untuk kesehatan dan kinerja organisasi.

Semua hal di atas dapat dicapai karena fokus utama AO adalah konsisten memberikan pelayanan terbaik dalam situasi apapun, namun dengan manajemen yang fleksibel. Kelihatannya memang susah untuk dilakukan, namun banyak perusahaan besar sukses meraih pencapaian tersebut, seperti Netflix, Spotify, Google, Gojek, dan lain-lain. Dengan strategi dan implementasi yang benar, semua perusahaan dapat berubah menjadi AO.

OKR adalah salah satu ekspresi AO. OKR menjabarkan prioritas dinamis perusahaan dalam pencapaian tertentu dan peningkatan kinerja. Objective adalah pencapaian kualitatif yang didefinisikan dengan jelas, sedangkan Key Result adalah ukuran keberhasilan kuantitatif yang spesifik dan harus dipenuhi. OKR sendiri juga bersifat fleksibel (ditinjau setiap triwulan, bukan tahunan) sehingga dapat digunakan dan diubah mengikuti situasi yang sedang terjadi. Fleksibilitas OKR tidak hanya terletak pada isinya, namun juga pada perancangannya karena melibatkan karyawan untuk berkontribusi merancang OKR-nya, baik secara individu maupun di dalam tim.

Salah satu sarana dalam OKR yang membuat perusahaan dapat menjadi AO adalah adanya pertemuan yang konsisten melalui rapat mingguan, rapat tengah kuartal, dan Quarterly Business Review (QBR). Melalui 3 pertemuan ini, progres OKR akan selalu dilacak dan dievaluasi. Dengan begitu pula, jika ada masalah atau hal lain yang tidak terduga terjadi, maka dapat langsung diatasi dalam waktu yang lebih cepat. Evaluasi yang rutin melalui 3 pertemuan ini juga membuka komunikasi sehingga setiap orang yang terlibat dapat mengetahui ekspektasi yang diharapkan dari masing-masing mereka.

Memang tidak mudah untuk membawa perusahaan kita menjadi Agile Organization, namun semua proses tersebut akan sepadan dengan hasil yang akan dicapai, yaitu kesuksesan dan keberlanjutan. Seperti kata Bill Gates, ”Kesuksesan hari ini membutuhkan ketangkasan (agility) dan dorongan untuk terus-menerus memikirkan kembali, menyegarkan, bereaksi, dan menemukan kembali.”

 

Sumber:

https://www.mckinsey.com/business-functions/mckinsey-digital/our-insights/planning-in-an-agile-organization

https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-five-trademarks-of-agile-organizations#:~:text=Agile%20organizations%20like%20Gore%2C%20ING,that%20share%20a%20common%20mission.

https://www.bbc.com/news/business-52376022

OKR dan Kepemimpinan di Tengah Krisis

Saat ini dunia sedang mengalami krisis global karena pandemi COVID-19. Krisis ini sama sekali tidak terprediksi serta banyak mengancam keberlanjutan bisnis-bisnis yang ada. Sebanyak 3,28 juta orang Amerika mengajukan tunjangan pengangguran karena PHK yang disebabkan oleh pandemi ini. Keadaan ini juga mempengaruhi perekonomian di Indonesia. Data Kementerian Ketenagakerjaan per 7 April 2020 menyatakan bahwa pengangguran meningkat dari 4,99% pada Februari 2020 (data BPS) menjadi sekitar 6,17% – 6,65% pada Maret 2020. Data Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan (Barenbang Naker) juga menyebutkan bahwa sebanyak 88% responden mengaku kondisi perusahaannya mengalami kerugian yang signifikan di masa pandemi COVID-19.

 

Kondisi di atas merupakan tantangan yang baru dan besar bagi para aktivis dalam mempertahankan bisnisnya. Ketika menghadapi krisis, pemimpin perlu mengambil keputusan dalam waktu yang singkat agar dapat segera mengurangi atau menghentikan efek krisis. Karena itu, pemimpin perlu memiliki strategi yang tepat dan efektif agar tidak salah mengambil keputusan sebelum krisis menghancurkan aktivitas bisnisnya.

 

OKR adalah salah satu metode yang relevan untuk mengembangkan strategi dalam situasi yang tidak pasti ini. Hal ini disebabkan karena OKR dibuat untuk periode yang lebih cepat yaitu tiga bulan, sedangkan metode manajemen sasaran yang lain biasanya dibuat untuk periode 6 bulan atau bahkan satu tahun. Sifat OKR pun sangat fleksibel sehingga dapat mengikuti situasi dan kondisi perusahaan. Selain itu OKR juga mendorong pemimpin untuk mengontrol pencapaian melalui rapat mingguan dan pertemuan pertengahan kuartal. Dengan demikian, pemimpin dapat segera melacak masalah yang muncul di lapangan agar dapat segera mencari solusinya.

 

Secara umum, OKR juga dapat membantu mengembangkan kepemimpinan melalui tiga hal berikut ini:

  • INSPIRE. Salah satu kualitas kepemimpinan adalah menginspirasi orang lain. Objectives dalam OKR dirancang secara strategis dan harus dalam bentuk aspiratif. Ketika digunakan dengan benar, OKR akan menginspirasi karyawan terkait dengan misi perusahaan.
  • CONNECT. Pemimpin yang baik akan berusaha untuk senantiasa terhubung dengan bawahannya. Dengan menggunakan OKR, pemimpin dapat mengawasi dan meninjau seberapa baik kinerja karyawan secara individual, tim, dan departemen dalam mencapai Key Result. Yang lebih penting lagi, OKR dapat menunjukkan masalah yang mungkin tidak nyaman dikomunikasikan oleh karyawan secara aktif.
  • MEASURE. OKR mendorong pemimpin untuk secara aktif mengukur progress dalam proses pencapaian OKR di tengah krisis. Pemimpin yang hebat menyadari bahwa kinerja luar biasa dimulai dari diri mereka sendiri.

 

Dalam artikel yang ditulis oleh Paul Niven, OKR rupanya tidak hanya membantu perusahaan untuk tetap on-track dengan tujuan mereka, namun juga memberikan emotional support pada karyawannya di tengah krisis COVID-19 ini. Ini dikarenakan pelacakan dalam OKR dilakukan dengan menerapkan komunikasi yang transparan dan menginspirasi. Hal ini membuat karyawan merasa bahwa mereka memiliki dukungan dari pemimpinnya dan tidak berjalan sendiri. Seperti kata John C. Maxwell, “Leaders are the one who knows, goes, and shows the way.”

 

Sumber:

Elliott, S. (2020, April 20). How OKRs can make you a better leader. Retrieved January 21, 2021, from https://thenextweb.com/growth-quarters/2020/04/20/how-okrs-can-make-you-a-better-leader/

Nugroho, I. S. (2020, November 25). Mayoritas Merugi, Hanya 0,1 Persen Perusahaan yang Untung Besar Selama Pandemi. Retrieved January 22, 2021, from https://www.liputan6.com/bisnis/read/4417402/mayoritas-merugi-hanya-01-persen-perusahaan-yang-untung-besar-selama-pandemi

Paul Niven, G. (2020, March 31). How To Use OKRs During Coronavirus Work From Home. Retrieved January 21, 2021, from https://blog.inspiresoftware.com/okrs-and-covid-19

Wedhaswary, I. D. (2020, August 11). Pandemi Covid-19, Apa Saja Dampak pada Sektor Ketenagakerjaan Indonesia? Halaman all. Retrieved January 22, 2021, from https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/11/102500165/pandemi-covid-19-apa-saja-dampak-pada-sektor-ketenagakerjaan-indonesia-?page=all

Tantangan dalam Membentuk Budaya Perusahaan

Budaya adalah kekuatan yang tidak terlihat dalam membentuk kesuksesan perusahaan dan kemungkinan menjadi kunci untuk mempertahankan top management dalam perusahaan Anda. Itulah sebabnya pengembangan budaya adalah salah satu pekerjaan terpenting seorang pemimpin.  Menurut data Collegefeed tahun 2014, hampir 80% generasi milenial mencari budaya yang cocok dengan atasan. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi perusahaan untuk menarik talent yang dapat mengembangkan perusahaan.

 

Perbedaan budaya dapat menjadi faktor yang memberikan keunggulan kompetitif. Oleh karena itu, budaya organisasi menjadi penting karena memberikan peluang bagi organisasi untuk membedakan diri dari organisasi lain dan memanfaatkan sumber daya manusianya sebagai elemen keunggulan yang kompetitif. Selain itu, terdapat tantangan yang menghambat terbentuknya budaya di perusahaan.

 

Berikut beberapa tantangan dalam membentuk budaya perusahaan, yaitu:

 

  • Kurangnya akses
    Sering kali komunikasi antardepartemen di dalam perusahaan kurang jelas, termasuk departemen SDM. Hal ini menyebabkan komunikasi internal dan kolaborasi antardepartemen menjadi terhambat. Oleh karena itu, perusahaan perlu membangun budaya kolaborasi dan juga mengembangkan cara-caranya agar seluruh anggota perusahaan dapat bersama-sama mencapai tujuan perusahaan

 

  • Kesenjangan generasi
    Ada hambatan multi-generational yang muncul dengan masuknya tenaga kerja generasi milenial. Oleh karena itu, menjembatani kesenjangan generasi merupakan  tantangan besar bagi banyak perusahaan saat ini karena peningkatan jumlah tenaga kerja generasi milenial menyebabkan demografi yang lebih luas dan beragam secara digital. Pemimpin perusahaan perlu menerima perubahan ini dengan cara mengadakan pembelajaran dan komunikasi digital, sedangkan departemen SDM perlu mengembangkan suatu sistem/ strategi yang dapat menghubungkan generasi milenial dengan lingkungan perusahaan yang ada

 

  • Perubahan pola kerja tradisional
    Pada era globalisasi saat ini, departemen SDM berhadapan dengan kenyataan bahwa pekerjaan “berjalan terus”. Adanya tenaga kerja generasi milenial saat ini, membuat batas antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi menjadi kabur karena mereka bekerja dengan waktu kerja yang bervariasi demi ingin mencapai kepuasan pada kehidupan kerja dan pribadinya. Departemen SDM perlu merancang sistem/ strategi yang dapat mendukung manajemen dengan tenaga kerja yang beragam ini. Di samping itu, Perusahaan juga perlu mengenali kebutuhan pekerjanya, misalnya fleksibilitas jam kerja atau akses ke pemimpin yang lebih banyak, untuk mencapai lingkungan yang kolaboratif.

 

  • Pendiri Perusahaan (Founder)
    Penelitian menunjukkan 80% budaya perusahaan ditentukan oleh para pemimpinnya. Perusahaan cenderung mencerminkan segala sesuatu tentang mereka, baik secara kepribadian, kekuatan, dan kelemahannya. Jadi, saat hendak mendefinisikan budaya, pertama-tama yang perlu ditinjau adalah pendiri perusahaannya. Menjadi tantangan tersendiri jika perusahaan menjalankan value budaya mereka, sedangkan pendiri Perusahaan tidak menjalankan atau memberikan contoh serupa kepada bawahannya.

 

 

Penting diketahui bahwa pekerjaan tidak lagi tentang lamanya jam yang dihabiskan seseorang di tempat kerja. Kualitas pekerjaan yang dihasilkan adalah lebih berharga, terlepas dari waktu mereka di kantor. Pemain yang berkinerja tinggi tentu ingin menjadi bagian dari tim yang menang, bekerja dengan rekan tim yang hebat, serta mendapatkan motivasi dari budaya yang positif di tempat kerja. Budaya yang sehat adalah apa yang membuat orang melakukan kerja terbaik mereka secara efektif dan efisien.

 

 

 

Referensi:

https://www.entrepreneur.com/article/242625

https://www.hcamag.com/au/news/general/three-company-culture-challenges-and-how-to-combat-them/141640

http://www.playworks.ph/blog/2668253-organizational-culture-problems/

https://atmanco.com/blog/working-environment/organizational-culture-challenges/