Transformasi OKR dengan Menggunakan Leading Indicators

Belakangan ini, banyak perusahaan startup menggunakan OKR dengan tujuan agar mereka menjadi lebih agile, sesuai dengan tuntutan ekosistemnya. Selain karena kerangka waktunya yang relatif pendek, perusahaan juga lebih fleksibel dalam mengganti indikator OKR jika dinilai kurang berkontribusi dalam pencapaian objective. Di sisi lain, sifat agile OKR tidak dapat dicapai jika indikator yang digunakan kurang responsif dan kaku. Oleh karena itu, OKR perlu menggunakan indikator yang tepat, yaitu fleksibel dan juga dapat memprediksi masa depan. Inilah yang dikenal dengan sebutan leading indicator, yaitu ukuran yang perlu dimonitor untuk mencapai sasaran masa depan yang terukur (lagging).

Leading Indicators vs Lagging Indicators

Selain leading indicators, terdapat indikator lainnya yang disebut sebagai lagging indicators, yaitu indikator yang menunjukkan keadaan bisnis saat ini. Sebagai contoh, pada umumnya perusahaan menggunakan ukuran seperti pendapatan dan profit untuk menggambarkan kemajuan bisnisnya. Metrik ini dikenal sebagai lagging indicators karena dapat menggambarkan dampak atau akibat dari aksi yang telah dilakukan dan sifatnya tidak langsung (lag). Selain menggunakan lagging indicators, perusahaab perlu ukuran lain yang dapat memastikan ukuran lagging ini tercapai. Inilah yang kita sebut leading indicator.

Lebih lanjut, perbedaan antara leading indicators dan lagging indicators dapat dilihat pada tabel berikut:

Leading Indicators Lagging Indicators
Prediktor atas kesuksesan masa depan Hasil yang sudah pasti dari masa lalu
Tidak mudah diidentifikasi Lebih mudah diidentifikasi
Responsif terhadap aksi tim Tidak responsif terhadap aksi tim
Lebih taktis untuk mengubah keadaan Sulit mengubah keadaan

Identifikasi Leading Indicators untuk Tim

Meski secara teori leading indicators dan lagging indicators terlihat mudah dibedakan, praktiknya indikator ini sangat tergantung pada konteks yang berada dalam organisasi. Misalkan, perusahaan mungkin menggunakan metrik Net Promotor Score (NPS) sebagai lagging indicators untuk sasaran inovasi produk, namun juga sebagai leading indicators untuk sasaran efektivitas pemasaran. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengidentifikasi leading indicators yang tepat untuk timnya.

Jika, mengacu pada systemic flow analysis (SFA), leading indicators terdapat pada metrik input, process, serta sebagian output. Di sisi lain, sebagian metrik output dan outcome merupakan metrik yang pada umumnya digunakan untuk menggambarkan lagging indicators. Di sisi lain, perusahaan juga perlu berhati-hati dalam memilih leading indicators. Jangan sampai metrik dipilih secara asal hanya karena secara teknik metrik tersebut merupakan leading indicators, sebaliknya perusahaan perlu benar-benar menganalisa apakah metrik tersebut berkontribusi pada lagging indicators yang memiliki dampak lebih besar bagi bisnis.

Selain dengan SFA, perusahaan juga dapat menggunakan pertanyaan yang dapat menuntun mereka dalam mengidentifikasi leading indicators. Perusahaan perlu memperluas cara berpikirnya dan cari tahu melebihi apa yang ingin dicapai dari perubahan yang hendak dilaksanakan. Tanyakan “WHY” – mengapa mengejar outcome dari lagging indicators menjadi penting? Apa saja dampak-dampak yang hendak dicapai? Selanjutnya, tanyakan juga “WHAT” – tahap apa saja yang perlu dilakukan sebelum lagging indicators tercapai?

 Berikut merupakan contoh leading dan lagging indicators dari sasaran efektivitas pemasaran:

Leading Indicators yang Berguna

Setelah menggunakan SFA, perusahaan akan mendapatkan daftar serangkaian leading indicators yang berkontibusi bagi lagging indicators. Meski demikian, tidak semua leading indicators yang telah diidentifikasi dapat digunakan untuk OKR. Perusahan perlu memilih leading indicators yang benar-benar berguna bagi mereka. Agar dapat menentukan leading indicators yang berguna, perusahaan perlu memperhatikan apakah: (1) Leading indicators secara langsung terkait dengan aksi tim; (2) Secara jelas berkontribusi dan memprediksi kesuksesan di masa depan; serta (3) Dapat diubah secara terus menerus di sepanjang siklus OKR.

Menggunakan metrik outcome pada OKR memang memberikan manfaat, namun tidak dapat secara otomatis membawa tim untuk membuat dan mengukur kesuksesan. Tim secara sadar perlu mendiskusikan apakah metrik yang digunakan sudah tepat dan mewakili leading indicators untuk menjadi Key Results mereka. Jangan sampai OKR yang ada hanya mewakili lagging indicators, namun tidak dapat disesuaikan ketika keadaan memaksa untuk berubah. Dengan memprioritaskan penggunaan leading indicators, perusahaan dapat menghindari keputusan yang terhambat karena lagging indicators serta dapat meningkatkan pekerjaan yang dilakukan saat ini.

 

Referensi:

Herbig, T. (2022). Transforming OKRs with Leading Indicators. [Video]. From Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=BG_UNMgzAkI
Watts, S. (2019). Leading vs Lagging Indicators: What’s the Differences? From BMC https://www.bmc.com/blogs/leading-vs-lagging-indicators/

Menyelaraskan Tujuan dengan Kerangka Kerja V2MOM

Tantangan terbesar bagi sebagian besar perusahaan di Indonesia adalah menyelaraskan strategi antara visi pimpinan dan karyawan. Pada umumnya, pemimpin mengalami kesulitan untuk menyampaikan maksud yang diinginkannya. Di sisi lain, karyawan juga sulit menerjemahkan keinginan tersebut dalam aksi kerja yang nyata. Oleh karena itu, perusahaan memerlukan solusi yang dapat membantu mereka menyelaraskan tujuan. V2MOM merupakan salah satu kerangka kerja yang mampu membantu perusahaan dalam hal ini.

V2MOM adalah singkatan dari Vision, Values, Methods, Obstacles, dan Measures. Kerangka kerja ini memiliki premis bahwa adalah penting untuk menyelaraskan tindakan sehari-hari dengan aspirasi jangka panjang, sembari meningkatkan transparansi bisnis (Mitsis, 2022). Berikut penjelasan detail mengenai kerangka kerja V2MOM:

Kerangka kerja V2MOM untuk menyelaraskan strategi

VISION

Visi merupakan tujuan ke depan yang hendak dicapai perusahaan. Beberapa orang mendefinisikan visi sebagai “WHY”, namun visi di sini bukan tentang masa lalu, melainkan tentang masa depan. Visi harus mewakili keinginan yang inspirasional dan mulia. Oleh karena itu, hindari keinginan untuk menuliskan angka, target, fitur produk, dan lain sebagainya saat menentukannya.

Beberapa pertanyaan yang dapat membantu dalam mendefinisikan visi, seperti:

  • Seperti apa keadaan ideal organisasi di masa mendatang?
  • Apa outcome ideal yang ingin kita capai?

VALUES

Pikirkan apa saja prinsip dan nilai yang dapat membantu perusahaan atau tim untuk mencapai visi. Dalam kerangka kerja V2MOM, value adalah panduan atau pedoman untuk bertindak. Jika perusahaan hendak menentukan value, cobalah untuk mengumpulkan feedback tentang apa yang penting bagi individu dan terkait dengan kepentingan perusahaan. Kumpulkan wawasan tersebut, buat daftar, serta prioritaskan nilai-nilai yang paling memberikan dampak dalam mencapai visi.

METHODS

Bagian ini merupakan hal yang paling penting dari kerangka kerja V2MOM, namun jarang diperhatikan. Methods adalah tentang cara untuk mencapai visi yang telah ditentukan. Pada umumnya, bagian ini berisikan rencana aksi dan langkah taktis yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan. Intinya, apapun opsi yang dipilih, perusahaan perlu memiliki objective dan inisiatif strategis selama proses perencanaan. Oleh karena itu, perusahaan juga dapat menggunakan kerangka kerja OKR untuk melengkapi bagian ini.

(BACA JUGA: BAGAIMANA MENJALANKAN OKR DENGAN BENAR)

OBSTACLES

Kelebihan kerangka kerja V2MOM terdapat pada bagian obstacles. Pada bagian ini, perusahaan memetakan hambatan atau tantangan apa yang akan dialami. Dengan meramalkan kemungkinan hambatan, perusahaan dapat mengambil langkah proaktif dan mempersiapkan rencana kontingensi sebelum hambatan tersebut terjadi. Langkah proaktif dapat dilakukan dengan cara mengalokasikan sumber daya cadangan dan juga dengan menghilangkan aktivitas yang tidak memiliki dampak terhadap tujuan.

MEASURES

Bagian measures memastikan sejauh mana visi yang telah ditetapkan tercapai. Pada bagian ini, perusahaan perlu mengumpulkan data untuk mengukur kemajuan. Untuk memudahkan proses pengukuran, perusahaan perlu menerjemahkan setiap kemajuan menjadi angka. Jika perusahaan menggunakan OKR sebagai metode dalam kerangka ini, maka measures dapat ditentukan dengan menggunakan Key Results (KR).

 

Untuk memastikan kesuksesan implementasi V2MOM, perusahaan perlu mengerjakan kerangka tersebut secara berurutan. Dimulai dari menentukan visi hingga menentukan ukuran yang tepat untuk mencapainya. Perusahaan dapat mengajak karyawannya untuk berkolaborasi dalam mencapai visinya sehingga dapat bergerak cepat dalam lingkungan yang berubah maupun di saat krisis.

 

Referensi:

Benioff, M. (2020, May 1). Create Strategic Company Alignment With a V2MOM. From Salesforce: https://www.salesforce.com/blog/how-to-create-alignment-within-your-company/
Bolden-Barrett, V. (2021, Apr 3). A Guide to Using the V2MOM Goal-Setting Model. Retrieved from Zenefits: https://www.zenefits.com/workest/a-guide-to-using-the-v2mom-goal-setting-model/
Mitsis, C. (2022, Nov 1). The V2MOM: Overview, How to Use It. Retrieved form Cascade: https://www.cascade.app/blog/the-v2mom-framework
Preuss, M. (2018, July, 12). V2MOM: Salesforce’s Secret & Why it Works. From Visible Blog: https://visible.vc/blog/v2mom-salesforce/
Zenefits Team. (2021, Feb 26). How to Set Effective Goals for Your Company, Team, and Self. Retrieved from Zenefits: https://www.zenefits.com/workest/how-to-set-effective-goals-for-your-company-team-and-self/

Mengapa OKR Sulit Diterapkan?

Perusahaan pada umumnya mengirimkan karyawannya untuk mengikuti pelatihan Objective and Key Results (OKR) dengan harapan dapat segera menerapkannya setelah pelatihan berakhir. Pada kenyataannya, penerapan OKR tidak dapat sukses hanya dalam semalam, sebaliknya perusahaan perlu memandang OKR sebagai bagian dari Change Management. Ini artinya, diperlukan beberapa pergeseran pola pikir dan sudut pandang yang sesuai dalam menerapkan OKR.

Berikut beberapa kesalahan yang umumnya dilakukan oleh perusahaan dalam menerapkan OKR:

1. Memperkenalkan OKR sebagai obat yang mujarab.

Perusahaan yang hendak menerapkan OKR untuk pertama kalinya cenderung mempromosikan OKR secara berlebihan. Di sisi lain, memang betul bahwa terdapat perusahaan-perusahaan besar yang sukses berkat bantuan OKR, namun kesuksesan itu tidak terjadi dalam waktu semalam. Daripada memberikan janji-janji manis, OKR seharusnya dikenalkan sebagai sayuran – meski terasa tidak nyaman pada awalnya, namun diperlukan untuk memastikan pertumbuhan perusahaan.

 

2. Terburu-buru dalam proses menetapkan OKR.

Goal-setting dengan menggunakan OKR tidak dapat dilakukan hanya dalam kurun waktu 1-2 jam saja. Bahkan, untuk menetapkan Objective yang paling relevan dan prioritas juga membutuhkan waktu berpikir yang tidak sedikit. Kesalahan ini sering terjadi karena perusahaan merasa kesulitan memikirkan OKR apa yang tepat bagi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, jika baru pertama kali menerapkan OKR, perusahaan perlu mengambil lebih banyak waktu untuk berpikir dan berdiskusi dalam menentukan Objective serta Key Results yang tepat.

 

3. Menggunakan OKR untuk mengukur semua hal.

OKR adalah alat yang tepat untuk memastikan pertumbuhan, namun jangan gunakan OKR untuk mengukur hal-hal yang tidak langsung berkontribusi pada pertumbuhan. Perusahaan dapat menggunakan Key Performance Indicators (KPI) untuk mengukur hal-hal lainnya yang tidak diukur dalam OKR. Bayangkan OKR seperti peta perjalanan yang memandu perusahaan untuk mencapai suatu tujuan. Kemudian, bayangkan perusahaan seperti mobil yang membawa kita mencapai tujuan tersebut. Untuk memastikan bahwa perjalanan berjalan dengan lancar, perusahaan dapat menggunakan KPI sebagai dashboard mobil yang memberi tahu kita tentang kondisi perusahaan secara keseluruhan. Dengan kata lain, OKR dan KPI dapat dimanfaatkan secara bersamaan untuk memastikan bahwa strategi dapat terimplementasi dengan baik.

 

4. Memberikan seluruh tanggung jawab pada departemen SDM untuk menjadi pemimpin OKR.

OKR memberikan manfaat secara strategis bagi perusahaan sehingga peran utama dalam menjalankan OKR seharusnya dipegang oleh pimpinan tertinggi atau CEO. Hal ini dikarenakan pemimpin perusahaanlah yang memiliki visi dan arah yang dapat membawa perusahaan berkembang. Departemen SDM dapat berperan dalam aktivitas operasional penerapan OKR tersebut, seperti memastikan checklist OKR, memberikan pelatihan seputar OKR bagi karyawan baru, merekap data kemajuan OKR dari setiap divisi, dan lain sebagainya.

 

5. Memberikan informasi terlalu banyak tentang OKR.

Pada esensinya, memperkenalkan OKR adalah seperti melaksanakan Change Management. OKR dapat memaksa karyawan untuk mengadopsi pola pikir yang baru dan keluar dari zona nyaman mereka. Oleh karena itu, seperti Change Management pada umumnya, perusahaan perlu memperkenalkan OKR secara bertahap dengan lebih sederhana.

 

6. Terjebak dalam istilah “stretch goal.

Jika perusahaan baru pertama kali menerapkan OKR, maka jangan paksakan seluruh karyawan untuk berambisi tinggi. Seperti pada poin pertama, kenalkan OKR sebagai sayuran – meski tidak enak, namun menyehatkan bagi kinerja individu dan organisasi secara keseluruhan. Pandu setiap karyawan untuk memiliki Objective dalam lingkup pekerjaannya dan pastikan juga agar mereka mengetahui Key Results apa saja yang dapat mencapai keberhasilan Objective tersebut. Semakin banyak OKR dicapai, semakin terbiasa pula karyawan dalam menerapkan OKR.

 

7. Memperlakukan OKR dengan kaku.

Beberapa perusahaan memberikan guideline untuk menerapkan OKR, termasuk perusahaan yang sukses, seperti Google. Di sisi lain, jika serta-merta menyalin guideline tersebut dan menerapkannya di perusahaan, bisa jadi akan tidak sesuai dengan karakteristik perusahaan. Dalam guideline Google, sasaran ditetapkan tiga kali lebih tinggi dari target yang dapat dibayangkan. Aturan ini belum tentu dapat diterapkan di perusahaan start-up, seperti Gojek. Untuk menyesuaikan kebutuhan perusahaannya, Gojek mengalikan target sepuluh kali lebih tinggi dari yang dapat dibayangkan.

Apakah berarti perusahaan Anda perlu sama persis dengan Google atau Gojek? Jawabannya, tidak. Semua ini dapat disesuaikan dengan keadaan dan kebijakan manajemen perusahaan.

 

Penerapan OKR bukan tentang mengumpulkan best practice, melainkan tentang menemukan praktik terbaik yang sesuai dengan perusahaan Anda. Dengan demikian, perusahaan dapat menggunakan OKR secara bertahap untuk membantu karyawannya beradaptasi dan memahami esensi OKR secara tepat. Setelah semua orang terbiasa menerapkan OKR dengan benar, barulah perusahaan dapat secara bertahap merenggangkan Objective menjadi lebih ambisius.

 

Referensi:

https://www.perdoo.com/resources/theory-vs-reality-in-okr/
https://www.youtube.com/watch?v=6lz_oN1jCTU

4 Kesalahan Implementasi OKR

Referensi mengenai OKR yang tersedia secara online dan gratis tergolong kurang memadai, tetapi ada salah satu referensi video YouTube yang sering digunakan, yaitu karya Rick Klau, mitra Google Venture saat itu. Dalam video tersebut, ia memberikan pengenalan mendalam tentang OKR dengan menggunakan presentasi asli John Doerr dari tahun 1999 sebagai referensi utama. Meski OKR telah berkembang sejak saat itu, Google belum membuat video baru sehingga menyebabkan kebingungan bagi pendatang baru OKR. Mereka mencoba meniru pendekatan Rick dan contoh yang diberikan dalam video tersebut, tetapi gagal. Hal ini diperparah dengan informasi di dalam buku terkenal John Doerr, “Measure What Matters” yang terkadang menambah kebingungan bagi kaum awam OKR.

Jangan salah paham. Tanpa perkataan dan wawasan yang dibagikan oleh John Doerr dan Rick Klau, OKR tidak akan ada apa-apanya. Kami senang Rick Klau mengakui beberapa kesalahan yang dibuat. Ini akan memberikan kita pelajaran dan kepercayaan diri yang lebih besar untuk meningkatkan praktik OKR dalam bisnis.

4 Isu yang Diperbaiki oleh Rick Klau

  1. Key Results (KR) mengukur outcome, bukan output.

KR dapat membuat OKR berhasil atau gagal. Sayangnya, contoh KR dalam video tersebut tidak mendorong keberhasilan OKR. Dua kesalahan utama dalam contoh yang diberikan adalah:

  1. Terdapat metrik di dalam Objective
  2. KR mengukur output

Untuk memastikan pemahaman kita, mari kita lihat salah satu contoh yang ada dalam video Rick Klau:

Objective  : Meningkatkan web traffic Blogger sebesar xx% dibandingkan pertumbuhan organik
KR 1           : Luncurkan 3 fitur yang terukur dan berdampak pada web traffic Blogger
KR 2           : Tingkatkan penanganan 404 blogger, perpanjang time on site dan pageviews per sesi pada sesi yang dimulai dengan error 404 sebesar xx%

 

Berikut kesalahan yang terdapat di dalam contoh:

  1. Objective ini pada dasarnya adalah KR. Dalam kasus ini, KR tidak dapat membuat Objective menjadi spesifik dan juga tidak dapat mengukur kemajuan.
  2. KR 1 cocok menjadi Inisiatif karena mengukur output, bukan outcome. Anda mungkin berhasil meluncurkan 3 fitur, tetapi apakah itu menjamin peningkatan web traffic? Sulit untuk dikatakan.
  3. KR 2 cukup membingungkan. Ada terlalu banyak hal yang diuraikan di sana.

 

Sebaiknya, tuliskan OKR seperti berikut ini:

Objective  : Halaman Blogger mendapatkan lebih banyak web traffic daripada halaman North America’s Highway 404
KR 1           : Meningkatkan total web traffic Blogger dari x% menjadi y%
KR 2           : Meningkatkan total waktu di tempat per sesi dari x% menjadi y%
KR 3           : Meningkatkan jumlah pageviews per sesi dari x ke y
IN 1            : Meluncurkan 3 fitur yang terukur dan berdampak pada web traffic Blogger
IN 2            : Memperbaiki error 404 yang ada

 

  1. OKR Individu bukanlah yang terpenting

    Dalam videonya, Rick Klau menyarankan untuk menjalankan OKR di tingkat individu/pribadi. Sebaliknya, dalam blog baru Klau, dikatakan bahwa Anda harus “mengabaikan” OKR individu untuk “memberi tim kesempatan melihat OKR bekerja dengan baik dalam menyelaraskan tim di seluruh organisasi, dan berdampak lebih besar jika terdapat komitmen bersama.” Oleh karena itu, jangan terlalu khawatir untuk mendorong setiap karyawan memiliki OKR individu.

    OKR adalah tentang organisasi secara keseluruhan, bukan tentang individu. Meski dipimpin oleh satu orang, keberhasilan OKR adalah upaya kolaboratif, dan jarang merupakan upaya individu mencapai seluruh sasaran organisasi. Dari strategi dan sasaran tahunannya, arah keseluruhan organisasi ditentukan. Selanjutnya, dengan menggunakan kesatuan arah sebagai pedoman, tim bersatu dan berjalan dalam irama triwulanan serta menentukan apa yang paling penting bagi mereka dan organisasi. Dan di situlah eksekusi terjadi.

  2. OKR seharusnya tidak menggantikan sistem Performance Review

    Di dalam videonya, Klau menyebutkan bahwa meskipun OKR bukanlah alat evaluasi kinerja, OKR dapat dimasukkan sebagai bagian dari prosesnya. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah.

    OKR adalah bagian besar dari alat manajemen kinerja organisasi. Tidak diragukan lagi bahwa timlah yang mendorong eksekusi dan bekerja secara langsung untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi, OKR dapat memberikan wawasan yang bagus tentang kinerja karyawan. Meski demikian, hal tersebut seharusnya hanya menjadi bagian kecil dari ulasan kinerja karyawan, bukan menjadi acuan mengukur kinerja mereka secara keseluruhan.

    Selanjutnya, Klau mengatakan bahwa dia lebih suka OKR menjadi bagian yang lebih besar dari evaluasi tahunan karena akan memberikan informasi yang jelas tentang apa yang telah dilakukan selama seperempat tahun. Baginya, nilai OKR akan menjadi bukti dampak pekerjaannya.

    Pernyataan ini dikoreksi dengan mengatakan: “jika Anda menggunakan OKR sebagai tinjauan kinerja (yang sering kali memiliki komponen kompensasi yang terkait dengannya), Anda akan mendorong tim Anda untuk memasukkan OKR mereka, dan menetapkan tujuan yang sepenuhnya dapat dicapai sehingga mereka bisa mendapatkan bonus mereka.” Kebijakan ini akan memadamkan ambisi karena hanya mereka yang mencapai target 100% yang akan mendapatkan bonus. Hal ini sepenuhnya bertentangan dengan gagasan bahwa OKR harus mencerminkan tujuan yang ambisius.

BACA JUGA: MENGAPA OKR TIDAK MENGGANTIKAN PERFORMANCE REVIEW
  1. Mengatakan “tidak” sama baiknya dengan mengatakan “ya”

    Ketika berbicara tentang OKR, ingatlah: lebih sedikit lebih banyak. Klau menyinggung hal ini dalam videonya dan menyarankan untuk menjaga OKR Anda seminimal mungkin di setiap kuartal. Bahkan, ia juga berbagi pengalamannya bahwa ia pernah memiliki tujuh Objective dalam satu kuartal dan menyebut pengalaman itu “melelahkan”. Kami setuju dengan gagasan tersebut, tetapi bukan hanya itu saja.

    Menetapkan OKR dengan tim bukanlah hanya permainan angka tentang seberapa banyak OKR yang harus dikerjakan, melainkan juga tentang percakapan sulit seputar fokus pada kuartal tersebut. Itu bahkan mungkin berarti Anda perlu mengesampingkan beberapa ide terbaik. Pastikan hanya hal-hal yang benar-benar penting yang diprioritaskan dan dikerjakan.

    • Mengapa ini penting?
    • Mengapa mendesak?

Jika telah menyepakati OKR dan setelah menjawab dua pertanyaan tersebut, Anda mungkin perlu menghapus ide-ide tersebut sepenuhnya atau menugaskannya ke kerangka waktu di masa mendatang. Itu tidak masalah. Jangan takut untuk mengatakan “tidak”.

Referensi:

https://www.perdoo.com/resources/klau-admits-errors-about-okr

Jenis Key Results untuk OKR

Pencapaian Objectives and Key Results (OKR) sangat dipengaruhi oleh penetapan Key Results yang efektif. Untuk hasil yang maksimal, Key Results (hasil utama) harus relevan dengan Objective (sasaran) dan kondisi organisasi secara umum. Success Factor, yaitu hal-hal yang harus ada atau terjadi untuk mencapai akibat (Objective) yang diinginkan. Key Results yang efektif harus merupakan jawaban atas Success Factor sebuah objectives. Saat menyusun OKR, penting untuk melakukan success factors brainstorming dalam menentukan Key Results yang tepat.

Key Results merupakan pernyataan kuantitatif yang mengukur pencapaian Objective dalam OKR. Ciri khasnya adalah dapat diukur, spesifik, time bound, dan diharapkan relevan dengan sasaran organisasi.  Key Results tidak dapat berdiri sendiri karena mereka sering kali adalah multi perspektif dan harus saling berkaitan untuk mendukung pencapaian Objective. Jika organisasi mencapai Objective namun tidak memenuhi Key Results, kemungkinan besar Key Results tidak berkontribusi terhadap pencapaian objectives.

Untuk mencapai Objective, organisasi dapat menggunakan beberapa jenis Key Results tertentu yang sesuai dengan kebutuhan dan situasi organisasi. Kombinasi antara dua atau tiga jenis Key Results sangat mungkin dilakukan untuk mencapai satu Objective. Berikut lima jenis Key Results yang dapat digunakan saat merumuskan OKR:

1. Baseline

Saat organisasi belum pernah menggunakan Key Results dan memutuskan untuk menggunakannya, inilah yang disebut sebagai Baseline Key Results. Jenis ini cocok digunakan jika organisasi harus bereksperimen sendiri untuk menilai OKR. Misalnya, perusahaan A tidak pernah mendigitalisasi proses bisnisnya. Di tahun 2020, perusahaan A ingin meningkatkan efisiensi proses bisnis dengan mengimplementasi program digital. Contoh Key Results yang dapat digunakan adalah “100% Implementasi program digital di Q1 2020”.

2. Positive metric

Jenis ini mengacu pada situasi: “semakin tinggi nilainya, akan semakin baik”. Misalnya, perusahaan H ingin meningkatkan database pelanggan. Penulisan Key Results yang dapat digunakan, seperti “100 Data pelanggan baru”.

3. Negative metric

Jenis ini merupakan kebalikan dari positive metric. Artinya organisasi menginginkan ukuran yang “semakin sedikit nilainya, akan semakin baik”. Misalnya, untuk Objective menurunkan tingkat kecelakaan kerja, perusahaan E ingin mengukur Key Results dengan kasus yang lebih sedikit di tahun 2020. Penulisan Key Results yang dapat digunakan, seperti “0 Kasus kecelakaan kerja”.

4. Threshold target metric

Jenis ini dapat digunakan ketika pencapaian objectives bisa tercapai dengan ukuran dalam range. Organisasi menggunakan Threshold Key Results jika mengetahui kapabilitas dan kinerja maksimal yang bisa didapatkan. Misalnya, kita ingin mengoptimalkan penggunaan budget antara -5% dan +5%, maka kita bisa menuliskan KR-nya: mengoptimalkan penggunaan budget -/+ 5% per bulan.

5. Milestone

Jenis ini dapat digunakan ketika organisasi ingin mencapai suatu tujuan, namun  tidak dapat diukur, misalnya mengembangkan produk baru. Akibat dari tidak adanya pengukuran yang jelas, milestone hadir untuk menggambarkan tolok ukur sebagai pengukur keberhasilan. Contoh penulisan Milestone Key Results: 1 formula produk baru di akhir Maret 2020.

Menentukan Key Results memang lebih sulit daripada Objectives. Ini bukan tentang cara teknis untuk menuliskan OKR yang sesuai dengan cita-cita perusahaan, tetapi tentang bagaimana perusahaan melihat eksekusi strategi yang paling tepat bagi perusahaannya. Akan lebih sulit lagi ketika perusahaan belum sepenuhnya berkomitmen menjalankan OKR, tetapi memaksa seluruh lininya menjalankan OKR dengan harapan mendapatkan manfaat maksimalnya. Banyak perusahaan yang akhirnya tidak menjalankan OKR, padahal OKR yang ditulis sudah rinci dan detail. Perusahaan perlu lebih dari sekadar konsep, perusahaan perlu memiliki sosok fasilitator OKR yang ideal yang memiliki kompetensi mumpuni di bidangnya.

Referensi:

https://www.doerhrm.com/kpi-vs-key-results-vs-metrics-the-differences-and-benefits-of-each-approach/#

https://blog.inspiresoftware.com/creating-better-key-results-with-metrics-and-milestones

https://www.profit.co/answers/okrs/how-do-you-define-a-key-result-of-baseline-kpi-in-profit/

Tedja, F. (2021). Objective & Key Result. Jakarta: Samahita Wirotama.

Tips Mengadopsi OKR untukStart Up

Menurut studi Cambrige Associates (2017), dari 27.000 startup, hampir 60% di antaranya mengalami kegagalan. Laporan lain dari Emborker (2021) menyatakan bahwa 42% startup gagal akibat salah mendefinisikan pasar, sedangkan 29% lainnya gagal akibat kurang mampu mengelola dana. Untuk mengatasi masalah tersebut, startup membutuhkan lebih dari sekadar keberuntungan. Startup yang sukses membutuhkan framework manajemen kinerja yang tepat.

Continue reading

OKR & KPI Integration

Untuk mencapai Objective, organisasi umumnya mengenal alat manajemen kinerja yang dapat membantu melacak kemajuan, seperti: Management by Objective (MBO), Objective and Key Results (OKR) dan Balanced Scorecard (BSC). Ketiga pendekatan ini pada dasarnya menggunakan ukuran keberhasilan sebuah Objective tercapai atau tidak, yang kita kenal dengan istilah Key Performance Indicators atau Key Results. Meski sekilas nampak mirip, sebenarnya kedua metode atau ukuran ini (OKR & KPI) memiliki perbedaan.

OKR sendiri awalnya dipopulerkan oleh John Doerr di tahun 1999 saat ia memiliki proyek Manajemen Kinerja dengan Google. Doerr terinspirasi oleh Andy Groove yang menggunakan OKR sebagai penggerak eksekusi strategi di Intel sekitar tahun 1970-an. Singkatnya, Doerr merangkum OKR menjadi sebuah kalimat atau formula yang terkenal, yaitu Saya akan … (Objective) yang diukur dengan … (set of Key Results).

(BACA SELENGKAPNYA TENTANG OKR: APA ITU OKR?)

KPI adalah adalah indikator keberhasilan yang penting atau relevan untuk melacak kemajuan pencapaian sasaran yang diinginkan. KPI memberikan fokus bagi organisasi untuk mencapai sasaran strategis, meningkatkan proses operasional, memperkuat dasar pengambilan keputusan, dan memusatkan perhatian pada hal yang paling penting. Jika indikator KPI terlalu banyak dan tidak berhubungan, maka akan menciptakan kebingungan saat menilai indikator-indikator yang penting tersebut.

(BACA SELENGKAPNYA TENTANG KPI: MENGUKUR KINERJA ORGANISASI DENGAN KEY PERFORMANCE INDICATOR)

Berikut detail perbedaan di antara OKR dan KPI:

OKR KPI
Dibuat berdasarkan aspirasi pribadi: inisiatif yang ingin dikerjakan (yang selaras dengan objective perusahaan) Dibuat berdasarkan keselarasan strategi, inisiatif, deskripsi pekerjaan, dan pemecahan masalah.
Pendekatan bottom-up Pendekatan top-down
Ditinjau setiap 3 bulan Ditinjau berdasarkan periode tertentu (bulanan/tahunan)
Setiap Objective setidaknya memiliki 3 Key Results Setiap Objective memiliki 1-3 KPI
Dapat berubah setiap 3 bulan Berubah hanya jika diperlukan
Didesain untuk berkembang dan meregang Didesain agar realistis
Pencapaian pada angka 60-70% sudah dianggap bagus karena target menantang (challenging & aspirational) Mendorong pencapaian 100% karena target bersifat SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound)
Secara parsial memengaruhi kompensasi (non-financial rewards) Terkait langsung dengan kompensasi (financial rewards)

Umumnya, perusahaan menerapkan KPI dari top management hingga front line karena KPI dianggap telah mewakili lagging dan leading indicators yang dibutuhkan untuk sukses. Padahal, perusahaan dapat memanfaatkan pendekatan OKR yang bottom-up untuk menyelaraskan aktivitas di setiap tingkat.

Keduanya dapat bekerja sama dengan cara:

  1. Gunakan OKR sebagai ukuran leading dan KPI sebagai ukuran lagging.

    Indikator leading dan lagging adalah dua tipe pengukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja di dalam bisnis atau organisasi. Indikator leading adalah pengukuran prediktif, misalkan kasus kepatuhan di area pabrik merupakan indikator leading untuk sebuah Objective, yaitu Meningkatkan Keselamatan Kerja. Di lain sisi, indikator lagging adalah pengukuran untuk output atau hasil, misalkan kasus kecelakaan kerja merupakan indikator lagging Meningkatkan Keselamatan Kerja. Perbedaaan di antara keduanya adalah indikator leading dapat mempengaruhi perubahan dan indikator lagging hanya dapat merekam apa yang terjadi.

    OKR, karena periodenya yang lebih pendek (yaitu 3 bulan) sehingga memungkinkan untuk dinamis, sering kali menjadi Leading Indicator untuk mencapai KPI, yang identik dengan ukuran-ukuran yang bersifat outcome dan merupakan end result yang diinginkan perusahaan. Perpaduan keduanya akan menjamin pencapaian KPI dan harapannya adalah pencapaian KPI bisa melebihi harapan/target yang ada.

  1. Gunakan KPI untuk menjaga Business as Usual (BAU) dan OKR untuk aktivitas continuous improvement.

    KPI biasanya untuk menjaga BAU, yang artinya: dengan mencapai KPI, perusahaan dapat dikatakan memiliki kinerja yang bagus. BAU mengindikasi bahwa target KPI adalah target yang sudah dicanangkan dalam tahun fiskal, terlepas itu adalah indikator keuangan atau lainnya (bisa operational excellence atau HR excellence), sedangkan OKR diharapkan untuk mencapai target-target yang fantastis (sehingga tidak diharapkan pencapaian 100%, melainkan 60% saja) supaya memicu proses belajar dan mendorong adanya perbaikan berkelanjutan (Continuous Improvement).

    Continuous improvement adalah konsep yang bertujuan untuk mencapai kesempurnaan melalui progres yang berkelanjutan. Ini adalah perjuangan yang tidak ada akhirnya, namun harus dilakukan untuk bertahan. OKR yang bersifat aspirasional cocok digunakan fokus pada peningkatan yang agresif, sedangkan KPI adalah ukuran target yang menjadi patokan awal ketika organisasi mencanangkan target kinerja.

  1. OKR sebagai talent pool, KPI sebagai dasar bonus.

    Ketika menerapkan OKR, ini adalah kesempatan untuk perusahaan mengidentifikasi karyawan adalah seorang Talent atau bukan. Seorang Talent adalah seseorang yang menyukai tantangan dan menginginkan adanya progress yang agresif dan pertumbuhan yang positif. OKR dengan target yang tinggi akan membuat seorang Talent belajar lebih baik dibandingkan kalau dia hanya mendapatkan target yang moderat.

    Di lain pihak, perusahaan tetap membutuhkan KPI, yang pencapaiannya diharapkan 100%, dan ini adalah target kinerja yang sudah ditetapkan oleh organisasi atau perusahaan. Pencapaian target KPI akan mengindikasikan perusahaan mencapai hasil yang diharapkan dan perolehan ini akan menjadi dasar untuk memberikan bonus.

  1. Berikan OKR kepada individu dan KPI kepada departemen atau organisasi.

    Baik OKR maupun KPI sama-sama diharapkan mampu menjadi sarana pembelajaran perusahaan dan individu. Sayangnya, KPI yang digunakan sebagai dasar bonus prestasi, cenderung membuat karyawan menurunkan targetnya untuk mendapatkan bonus tersebut. Banyak perusahaan menjadi kecewa karena perkembangan perilaku ini sehingga OKR bisa menjadi jawaban atas permasalahan tersebut.

    Kami menyarankan bahwa OKR sebaiknya diberikan kepada individu agar mereka terus berkembang lewat target-target yang besar dan menantang tanpa takut mendapatkan ganjaran negatif dan positif, sedangkan KPI diberikan kepada departemen atau organisasi sehingga unit organisasi yang lebih besar tetap memiliki akuntabilitas kinerja yang jelas dan mendapatkan ganjaran yang sesuai dengan pertumbuhan organisasi. Penempatan OKR dan KPI seperti ini diharapkan mewadahi dinamika kinerja individu dan unit/organisasi sehingga tercipta keseimbangan yang dinamis dan pro perubahan positif.

Pada dasarnya, OKR dan KPI merupakan dua metode yang berbeda, namun saling melengkapi. Penerapan OKR dan KPI dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kematangan organisasi. Terkadang, ada situasi di mana OKR dan KPI lebih efektif jika tidak digunakan secara bersamaan tergantung pada tingkat perkembangan organisasi. Jika organisasi perlu memiliki hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah ada, organisasi dapat fokus menggunakan OKR. Jika organisasi hanya ingin mengukur dan mempertahankan kinerja karyawannya, KPI mungkin menjadi pilihan yang lebih baik. Jika organisasi perlu melakukan transformasi dan tetap fokus mempertahankan kinerja yang sudah ada, gabungan OKR dan KPI akan lebih efektif.

Referensi:
https://bernardmarr.com/what-is-a-leading-and-a-lagging-indicator-and-why-you-need-to-understand-the-difference/
https://kanbanize.com/lean-management/improvement/what-is-continuous-improvement
https://kpi.org/KPI-Basics
https://lazaroibanez.com/productivity-okr-vs-kpi-can-they-work-together-5e9992915a9a
https://www.forbes.com/sites/bernardmarr/2020/10/23/whats-the-difference-between-lagging-and-leading-indicator/
https://www.intrafocus.com/lead-and-lag-indicators/
https://www.okracademy.com/okr-blog/okrs-and-kpis
https://www.perdoo.com/resources/okr-vs-kpi/
https://www.reflektive.com/blog/okrs-and-kpis-what-they-are-and-how-they-work-together/
https://www.tlnt.com/how-kpis-and-okrs-work-together-to-achieve-results/

Kolaborasi Kerangka SCRUM-OKR Untuk Agile Organization (AO)

Seiring laju bisnis dan kondisi pasar yang meningkat, semakin banyak organisasi berlomba-lomba untuk menjadi organisasi yang tangkas atau lebih sering disebut dengan Agile Organization (AO). Fokus organisasi agile adalah mengutamakan kepuasan pelanggan dan selalu terbuka pada perubahan. Untuk menanggapi masalah akibat perubahan, SCRUM menjadi metode yang dapat digunakan organisasi untuk beradaptasi dengan cepat.

SCRUM sendiri didasarkan pada makalah tahun 1986 karya Hirotaka Takeuchi dan Ikujiro Nonaka untuk Harvard Business Review dengan judul “The New New Product Development Game.”  Penulis menggambarkan manfaat tim yang mampu mengatur diri sendiri dalam pengembangan dan penyampaian produk yang inovatif dengan menggunakan metafora olahraga rugby. Selanjutnya, Jeff Sutherland, Ken Schwaber, dan Mike Beedle mengambil idenya dan menerapkannya pada bidang pengembangan perangkat lunak. Metode baru ini disebut dengan SCRUM yang diambil dari istilah rugby. SCRUM pertama kali diterapkan di Easel Corporation pada tahun 1993. Pengalaman ini ditulis dalam buku mereka, “Agile Software Development with SCRUM” pada tahun 2002. Selanjutnya Schwaber menulis buku “Agile Project Management with SCRUM” pada tahun 2004 tentang pengalaman kerja samanya dengan Primavera.

SCRUM merupakan metode manajemen proyek yang umum digunakan dalam pengembangan perangkat lunak dan produk kompleks lainnya. Kerangka kerja SCRUM tergolong ringan dan lincah sehingga cocok digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dengan cepat. Titik fokus utama SCRUM adalah penekanan pada kerangka proses dan bukan pada metode. Inilah yang membuat SCRUM relevan, unik, dan sangat efektif dalam skenario global saat ini.

Dalam organisasi, SCRUM dilaksanakan beberapa individu dalam tim yang memiliki perannya masing-masing. Sebuah tim SCRUM terdiri dari 3 peran utama, yaitu:

  1. Scrum Master adalah individu yang berperan untuk memfasilitasi dan memastikan setiap peran dapat menjalankan SCRUM dengan baik.
  2. Product owner adalah individu yang berperan sebagai penentu kualitas dan spesifikasi produk yang diinginkan. Ia mengomunikasikan visi dari suatu produk yang dikembangkan.
  3. Tim pengembang adalah kumpulan individu yang bertanggung jawab mengembangkan produk yang diinginkan product owner.

Tim SCRUM tidak memiliki struktur hirarkis. Karakteristik tim SCRUM yang menonjol adalah dapat mengatur diri sendiri, memiliki tanggung jawab pribadi untuk terlibat, mengutamakan kolaborasi, memiliki tujuan dan sasaran yang sama, jumlah keanggotaan yang optimal (sesuai kebutuhan), memiliki kemampuan beragam, dan terkumpul dalam satu lokasi yang sama.

Meskipun OKR dan SCRUM berbeda secara fungsi, kita dapat menggunakan keduanya secara bersamaan. OKR dan SCRUM berbagi prinsip yang sama untuk memenuhi sasaran. Prinsip-prinsip tersebut adalah:

  1. Transparansi
    Transparansi adalah satu dari tiga pilar utama kerangka SCRUM. Demikian juga, OKR dimaksudkan untuk dibagikan dengan setiap anggota tim sehingga setiap orang memiliki satu halaman yang sama dan dapat menemukan peran dan tanggung jawab mereka dalam visi tersebut.
  1. Tenggat waktu
    Baik OKR maupun SCRUM sama-sama memilki tenggat waktu dalam pelaksanaannya. Ketepatan waktu dalam kedua kerangka kerja ini membangkitkan misi dan budaya akuntabilitas bersama di antara tim.
  1. Kriteria keberhasilan
    Hubungan lain antara OKR dan SCRUM adalah pentingnya memiliki kriteria keberhasilan mencapai sasaran. Keduanya memiliki standar ukuran yang jelas. Dalam OKR, keberhasilan ditentukan oleh persentase pencapaian target Key Results yang dikerjakan; sedangkan dalam SCRUM, proyek biasanya juga diukur menggunakan angka. Fase “selesai” merupakan batas akhir untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dari pengembangan produk.

 

Jika mampu menguasai kedua kerangka kerja ini, organisasi dapat menemukan kemudahan dalam mengembangkan bisnisnya. OKR dapat berperan sebagai kompas untuk mengarahkan tim mencapai sasaran dan tujuan organisasi. OKR juga dapat memberikan otonomi kepada tim yang sering kali tidak didapatkan melalui SCRUM. SCRUM membatasi otonomi karena berfokus pada kemampuan tim untuk mengembangkan produk berdasarkan spesifikasi khusus. Kita dapat menggeser pemikiran “memenuhi spesifikasi produk” dengan “mencapai Key Results”. Dengan fleksibilitas ini, SCRUM dapat membantu tim menyelesaikan proyek atau inisiatif yang kompleks. Penting bahwa proyek yang sedang dikerjakan oleh tim SCRUM memenuhi tujuan yang dinyatakan dalam OKR.

 

Sumber

https://www.agilealliance.org/agile101/12-principles-behind-the-agile-manifesto/

https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-five-trademarks-of-agile-organizations

https://www.pmi.org/learning/library/agile-project-management-scrum-6269

https://www.scrumversity.org/scrum-characteristics

https://www.todaysoftmag.com/article/2603/how-okrs-and-scrum-work-together

https://www.whatmatters.com/resources/okr-vs-scrum-difference-between/

Empat Karakteristik Budaya Perusahaan Kinerja Tinggi

Setiap organisasi memiliki budayanya masing-masing. Budaya dapat ditafsirkan secara tertulis, dilambangkan dalam logo bisnis, atau pemahaman tentang lingkungan perusahaan. Menurut Cornell University, budaya perusahaan yang mampu meningkatkan performa kerja dalam perusahaan disebut dengan high performance culture (budaya kinerja tinggi). Budaya kinerja tinggi ini mampu mengantar perusahaan mencapai hasil finansial dan non-finansial yang lebih unggul dalam jangka waktu yang lama. Terlepas dari industri, ukuran perusahaan, atau lokasi, budaya kinerja tinggi dapat diidentifikasi dengan karakteristik sebagai berikut:

  1. Kepemimpinan yang kuat di tiap level

Menurut survei TinyPulse, 61%, kepercayaan antara karyawan dan manajemen adalah faktor penting dalam kepuasan bekerja. Kepemimpinan adalah fondasi dalam membangun kinerja tim. Dalam budaya kinerja tinggi, para pemimpin menetapkan standar kinerja melalui contoh perilaku dan tindakan. Mereka juga menunjukkan antusiasme untuk mencapai tujuan yang tinggi dan mengatasi rintangan yang menghalangi eksekusi strategi. Pemimpin memotivasi dan menginspirasi karyawan untuk memberikan yang terbaik pada inisiatif strategis yang sedang dikerjakan.

 

  1. Karyawan yang terlibat dan memiliki tanggung jawab

Budaya kinerja tinggi terdiri dari individu yang memiliki kemampuan dan wewenang untuk membuat keputusan kunci, yang mengarah pada peningkatan keterlibatan karyawan. Dalam survei SHRM tahun 2016, 70% karyawan yang merasa diberdayakan untuk mengambil keputusan saat masalah atau peluang muncul adalah elemen penting dalam meningkatkan keterlibatan. Organisasi dengan budaya kinerja tinggi tidak hanya memberdayakan karyawan, tetapi juga memastikan karyawan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menghasilkan penilaian yang baik saat membuat keputusan.

 

  1. Fokus pada pembelajaran berkelanjutan dan pengembangan karyawan

Gallup melaporkan bahwa organisasi yang telah melakukan investasi strategis dalam pengembangan karyawan mengalami peningkatan profitabilitas sebanyak 11% dan dua kali lebih mampu mempertahankan karyawan mereka. Pembelajaran dan pengembangan di tempat kerja akan memenuhi kebutuhan karyawan dalam mengembangkan karier dan mendapatkan kesejahteraan sosial. Pengembangan karyawan dalam budaya kinerja tinggi juga memiliki fokus untuk membangun kemampuan dan menciptakan kapabilitas kepemimpinan yang akan mendorong organisasi untuk terus berkembang dalam waktu yang lama.

 

  1. Sikap terbuka pada perubahan

Seperti semua organisasi, perusahaan dengan budaya kinerja tinggi juga menghadapi perubahan. Yang membedakannya dengan organisasi biasa adalah perspektif mereka dalam melihat perubahan. Individu dalam lingkungan budaya kinerja tinggi melihat perubahan sebagai sebuah peluang. Organisasi dengan budaya kinerja tinggi tidak takut untuk menyusun ulang strategi yang sudah ada atau mengevaluasi proses internal lainnya untuk mencapai hasil. Mereka merencanakan dan merangkul perubahan, lalu memanfaatkannya untuk memacu inovasi.

Salah satu perusahaan dengan budaya kinerja tinggi adalah CB Insights. Perusahaan ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang big data yang menggunakan mesin pembelajar untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data pasar dalam jumlah besar untuk membantu perusahaan lain melihat tren industri dan memanfaatkan perubahan. “CB Insights berfokus pada pertumbuhan dan pembelajaran karyawan. Mereka memberikan program pelatihan pada manajer dan memberikan potongan untuk studi lanjut sehingga membantuku belajar lebih tentang JavaScript di tahun pertama aku bekerja di sini,” jelas Alyssa Anchelowitz, Manajer Pemasaran Senior di CB Insight.

Untuk perusahaan yang berfokus pada teknologi mesin pembelajar, penting untuk memiliki karyawan yang selalu memiliki pengetahuan terbaru tentang teknologi. Uniknya, sekali dalam triwulan, perusahaan ini memberikan karyawan untuk saling berkolaborasi dalam mengerjakan inisiatif apa pun yang mereka inginkan selama 24 jam. Alyssa mengaku terkejut tentang betapa kolaboratifnya semua orang dan betapa mudahnya bekerja sama dengan tim lain. Di lain pihak, belajar akan hal baru merupakan kemudahan yang bisa didapat dalam perusahaan ini karena selalu ada orang yang mau mengajar, baik atasan maupun dari divisi lain.

Perusahaan CB Insights dinilai mampu memenuhi kebutuhan karyawan untuk berkembang dan terus belajar. Nilai budaya untuk selalu belajar terintegrasi sehingga menciptakan lingkungan kerja yang positif dan kolaboratif. Perusahaan dengan budaya kinerja tinggi akan melibatkan karyawan untuk senantiasa belajar, terbuka dengan perubahan-perubahan, dengan dorongan dan arahan pemimpin yang kuat dalam hal konsep dan visi tentang organisasi, bisnis, dan industri.

 

Sumber:

  1. https://builtin.com/company-culture/company-culture-examples
  2. https://www.builtinnyc.com/2018/05/30/CB-Insights-Culture-Spotlight
  3. https://en.wikipedia.org/wiki/Squarespace
  4. https://www.entrepreneur.com/article/238640
  5. https://www.huntercampbell.co.nz/benefits-high-performance-culture/#
  6. https://www.managementmattersnetwork.com/strategic-leadership/whitepapers/what-is-a-high-performance-culture-and-how-do-i
  7. https://www.eaglesflight.com/blog/the-characteristics-of-a-high-performance-culture/
  8. https://www.optimalmeasures.com/2019/07/15/what-is-a-high-performance-culture-and-what-impact-does-it-have-on-a-business/
  9. https://www.managementmattersnetwork.com/strategic-leadership/articles/engaging-your-team-for-higher-performance
  10. https://www.shrm.org/ResourcesAndTools/hr-topics/employee-relations/Pages/2016-Job-Satisfaction-and-Engagement-Survey.aspx
  11. https://www.tinypulse.com/blog/13-surprising-statistics-about-employee-retention

Peran OKR Dalam Meningkatkan Kualitas Komunikasi

“Satu hal yang saya pelajari dari Google adalah OKR. Mereka menggunakan OKR seperti kendaraan untuk mengkomunikasikan konteks, berbeda dengan evaluasi kinerja,” ujar Dick Costolo, mantan CEO Twitter (2010-2015). “Kami mengadopsinya untuk Twitter. Menurut saya, OKR sangat efektif dalam menyampaikan konteks pada tim lain tentang apa yang ingin kau capai dan apa yang ingin kau selesaikan,” lanjutnya.

Komunikasi terjadi dalam setiap konteks dan lapisan perusahaan. Pada skala yang besar, komunikasi diperlukan untuk menyampaikan visi dan misi perusahaan kepada tim. Dalam cakupan yang lebih kecil, komunikasi juga diperlukan untuk menciptakan kolaborasi dan koordinasi dalam menjalankan kegiatan perusahaan sehari-hari. Di sisi lain, apa jadinya jika komunikasi tidak berjalan dengan baik? Tidak menutup kemungkinan akan ada kesalahpahaman dan tidak tercapainya tujuan dan maksud perusahaan. Di sini OKR hadir sebagai jembatan antar divisi dalam perusahaan memahami konteks satu dengan yang lain. OKR yang diimplementasikan dan dikembangkan dengan tepat dapat meningkatkan kualitas komunikasi.

Berikut peran OKR dalam meningkatkan kualitas komunikasi.

  1. OKR meningkatkan kesepahaman dalam mencapai obyektif

    Sumber : https://www.15five.com/getting-started-okr/

    Di fase awal, perusahaan menetapkan OKR untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Selanjutnya, OKR diturunkan ke setiap divisi dan masing-masing individu yang terlibat dalam pelaksanaan OKR. Sifatnya yang mengerucut seperti segitiga terbalik ini membuat perusahaan harus mengkomunikasikan maksud dan tujuannya kepada masing-masing pelaku OKR.  Ekspresi pemahaman atas komunikasi ini akan diwujudkan dalam bentuk keselarasan sasaran dan ukuran keberhasilan, serta inisiatif yang relevan dan efektif.

 

  1. Weekly-Check OKR membantu menguji kinerja dan sebagai sarana umpan balik.
    Check in mingguan dilakukan untuk melacak rangkaian hasil pelaksanaan OKR secara berkala. Dengan demikian, progres pencapaian dan proyek atau rencana tindakan yang sedang berjalan dapat dievaluasi. Selanjutnya, tugas manajer melalui check in adalah menentukan proyek atau rencana tindakan mana yang masih perlu dieksekusi atau dimodifikasi. Melalui pertemuan ini, perusahaan dapat memahami kemampuan dan masalah yang dihadapi tim dan segera memberikan tanggapan atau solusi.

 

  1. OKR meningkatkan transparansi dalam perusahaan.
    OKR bersifat transparan karena dibentuk secara kolaboratif. Seluruh anggota tim bergabung bersama-sama untuk mendiskusikan dan menentukan tujuan bisnis. Dengan partisipasi aktif menyusun OKR, setiap orang dapat lebih memahami konteks pekerjaan dan tujuan masing-masing divisi. Transparansi meningkatkan komunikasi tentang tujuan, tantangan, dan bagaimana progres masing-masing individu. Sering kali angka pencapaian tidak terlihat bagus, tetapi itulah inti membangun menjalankan OKR.

 

  1. OKR meningkatkan kualitas hubungan manajer-karyawan.
    Untuk mencapai tujuannya, OKR memiliki Key Result (KR) yang dapat diukur dan rangkaian inisiatif yang harus dilakukan. Jika dalam pelaksanaannya seorang karyawan tidak dapat mencapai KR-nya, maka manajer dapat berperan sebagai mentor untuk memberikan masukan pada karyawan yang bersangkutan. Maka dari itu, pemahaman manajer terhadap KR dan inisiatif karyawannya juga perlu diperhatikan agar memberikan umpan balik atas hasil yang tercapai, maupun saran untuk hasil-hasil yang belum tercapai.

 

  1. OKR meningkatkan keterlibatan sosial
    Dalam menjalankan OKR,  hubungan sosial yang lebih bermakna terbentuk karena adanya keterlibatan sosial. Keterlibatan ini juga dibentuk dari rangkaian komunikasi yang aktif dalam merancang dan menjalankan OKR. Menurut Martin dan Nicholas (dalam Aisyah, 2015) rasa memiliki dan ketertarikan dalam perusahaan merupakan penentu dalam menciptakan komitmen karyawan. Komitmen memberikan rasa tanggung jawab dan keterampilan untuk mencapai dampak positif yang diharapkan.

 

Meningkatkan kualitas komunikasi berarti menjadi komunikator dan komunikan yang baik. Dalam pelaksanaannya, manajer maupun direktur harus dapat menyampaikan tujuan bersama sehingga terjadi kesamaaan pandangan tentang apa yang ingin diraih dan bagaimana mencapainya. Di lain pihak, OKR juga dapat menjadi sarana umpan balik dari pelaksana OKR untuk perusahaan. Karena adanya transparansi dan kolaborasi dalam menjalankan OKR, kualitas komunikasi pun meningkat. Seperti kata John Powell, “Communication works for those who work at it,”  maka dengan menerapkan OKR, komunikasi yang lebih efektif dapat di jalankan.

 

 

 

 

Sumber:

https://www.up-ai.com/blogs/Crushing-your-competition-using-OKRs

https://medium.com/startae-journal/okr-as-a-tool-for-empowerment-91a4145ab3e3

https://pando.com/2013/12/06/what-twitter-ceo-dick-costolo-learned-at-google/

https://soapboxhq.com/blog/communication/communicate-organization-vision

https://samedelstein.medium.com/using-okrs-in-local-government-4bb49723818f

https://www.weatwork.co/post/okr-5-improve-communication

Aisyah,D. (2015). Keterkaitan Keterbukaan Komunikasi, Penghargaan Dari Pimpinan, dan Partisipasi Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai. Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi, 12, 31-52.